Wabah Virus Corona di AS Dinilai Bisa Merenggut 200 Ribu Jiwa
WASHINGTON - Kematian akibat virus Corona di Amerika Serikat (AS) diprediksi bisa menyentuh angka 200 ribu jiwa. Demikian dinyatakan pakar penyakit menular di AS, Minggu (29/3). Pada saat yang bersamaan, New York, New Orleans, dan kota-kota besar lainnya di AS meminta lebih banyak pasokan medis untuk menanggulangi terjangan pandemic Covid-19.
Seperti dilaporkan Reuters, Anthony Fauci, Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS, memperkirakan dalam sebuah wawancara dengan CNN, bahwa pandemi tersebut dapat menyebabkan antara 100.000 hingga 200.000 kematian di Amerika Serikat.
Sejak 2010, flu telah menewaskan antara 12.000 dan 61.000 orang di AS per tahunnya. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, pandemi flu pada 1918-1919 menewaskan 675.000 orang di AS.
Hingga akhir pekan lalu, jumlah korban tewas akibat Covid-19 di AS mencapai 2.400 jiwa. Meski jumlah kematiannya masih lebih rendah dibanding Italia, China, dan Iran, namun AS mencatat jumlah tertinggi pasien yang terinfeksi Covid-19, yakni sebanyak 137 ribu lebih kasus.
Melihat fakta di atas, perkiraan yang dibuat Fauci memang terasa menakutkan. Jason Brown, seorang professional yang diberhentikan dari pekerjaannya di media digital karena pandemi, mengatakan kalau perkiraan Fauci sangat menakutkan.
"Saya merasa itu (pandemi) seperti tumbuh, tumbuh, dan tumbuh," kata Brown (27), yang tinggal di Los Angeles, salah satu episenter wabah. "Tidak ada vaksin. Sepertinya banyak orang tidak menganggapnya serius di AS, sehingga membuat saya percaya bahwa ini akan menjadi lebih drastis dan drastis," lanjutnya.
Sementara Erika Andrade (49), seorang guru yang tinggal di Trumbull, Connecticut, mengatakan dia sudah memperkirakan kematian akibat virus itu secara luas sebelum munculnya perkiraan Fauci.
"Saya tidak terkejut bahwa dia mengatakan jumlah yang akan dicapai. Mereka lebih rendah dari yang sebenarnya saya harapkan," kata Andrade. "Saya mengkhawatirkan ibu saya. Saya khawatir dengan orang yang saya cintai," ungkapnya.
Di New York, kota yang biasanya ramai, kini sunyi. Yang kerap terdengar hanya suara sirene ambulans. "Rasanya sangat apokaliptik," kata Quentin Hill (27), dari New York City, yang bekerja untuk organisasi nirlaba Yahudi. "Rasanya hampir seperti kita di masa perang," cetusnya.