Penulis: Eko Sulistyo
(Deputi Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi Kantor Staf Presiden)
Terbitnya buku, Jokowinomic Sebuah Paradigma Kerja oleh Gagas Bisnis dan Bisnis Indonesia, menandai diskursus baru tentang pembangunan ekonomi Indonesia. Selama ini dalam diskursus pembangunan ekonomi Indonesia dikenal dua nama besar teknokrat, Prof. Dr. Widjojo Nitisastro dan Prof. Dr. BJ. Habibie. Keduanya dianggap membawa arus besar pemikiran ekonomi dan kebijakan pembangunan Indonesia yang disebut Widjojonomics dan Habibienomics.
Widjojonomics mengacu pada arus pemikiran dominan yang mendasarkan kebijakan pembangunan ekonomi pada teori comparative advantage. Dalam pemikiran ini negara berkembang seperti Indonesia dianggap hanya bisa bersaing dengan memproduksi barang yang sesuai kelimpahan sumber daya alam yang dimiliki dan tenaga kerja yang murah.
Para penganut pemikiran ini didominasi para sarjana ekonomi yang dipengaruhi oleh aliran ekonomi neo-klasik. Prof. Dr. Widjojo Nitisastro adalah yang paling menonjol dan sekaligus sebagai konseptor utama. Widjojo pernah menjabat Ketua Bappenas (1967-1971) dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (1971-1973). Berturut-turut, dari 1973 sampai 1983, menjadi Menko Ekuin merangkap Ketua Bappenas.
Memasuki era 1990-an, mulai ada diskursus baru yang menggeser dominasi Widjojonomics. Pemikiran baru ini mendasarkan kebijakan pembangunan pada competitive advantage dan penguasaan high-tech pada industri. Pemikiran ini dikenal sebagai Habibienomics—mengacu pada pemikiran dan kebijakan dari Prof. Dr. BJ. Habibie dalam membangun industri strategis nasional.
Habibie yang pernah menjabat Menristek dan Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada era Orde Baru, serta presiden menggantikan Suharto, berpandangan bahwa negara-negara yang tidak memiliki sumberdaya alam yang kaya, mampu membangun dan menjadi negara yang kuat dalam perekonomian global. Menurutnya, kuncinya terletak pada mutu sumber daya manusia yang dimiliki dalam mengembangkan teknologi sebagai pendorong perekonomian dunia.
Kalau pendekatan pembangunan sebelumnya dirumuskan oleh para teknokrat yang berlatar belakang akademik tinggi, maka pendekatan pembangunan ekonomi Presiden Jokowi dilandaskan pada pengalaman praktis dalam dunia bisnis dan sebagai kepala daerah—action oriented.
Pengalaman mengelola pemerintahan sebagai Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta telah membentuk gagasan dan cara pandangnya tentang fungsi dan peran sebuah pemerintahan.
Seperti pernah ditulis The Economist edisi 27 Febuari-4 Maret 2016, Presiden Jokowi berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya.
Tidak berasal dari kalangan elite, bukan militer dan juga bukan politisi DPR. Jokowi juga bukan Ketua Umum partai politik. Jokowi anak sulung dari keluarga biasa dari Solo, Jawa Tengah. Reputasinya sebagai kepala daerah dikenal dengan seruan pemerintahan yang bersih sebagaimana dilakukan di Solo dan Jakarta.
Visi ideologis pembangunan Presiden Jokowi dijabarkan dalam dokumen Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian. Untuk menterjemahkan visinya dalam kebijakan, Presiden Jokowi mengedepankan pendekatan pembangunan “Indonesia-sentris” guna mendorong pembangunan yang lebih merata di luar pulau Jawa.
Pendekatan ini dapat dianggap sebagai terjemahan Presiden Jokowi atas tidak meratanya kesejahteraan terutama antara Jawa dan luar Jawa.
Indonesia-sentris menjelaskan bagaimana orientasi pembangunan “Jawa-sentris” telah mengakibatkan ketidakadilan, kesenjangan, dan kemiskinan pada daerah-daerah di luar Jawa. Dengan pendekatan ini, Presiden Jokowi serius membangun Indonesia dari pinggiran, dari pulau-pulau terluar, dan dari daerah perbatasan serta kawasan timur Indonesia.
Visi pembangunan Presiden Jokowi yang juga penting adalah kebijakan kemaritiman yang melihat laut sebagai pemersatu dan sumber kemakmuran. Dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2014 di gedung MPR Senayan, Presiden Jokowi mengatakan, “Kita harus bekerja dengan sekeras-kerasnya untuk mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim. Samudra, laut, selat, dan teluk adalah masa depan peradaban kita. Kita telah terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, memunggungi selat dan teluk.”
Yang juga tampak dominan dalam kebijakan pembangunan Presiden Jokowi adalah percepatan pembangunan infrastruktur. Penyebaran pembangunan infrastruktur terutama ke luar pulau Jawa diyakini berdampak pada kemudahan mobilitas dan mendukung aktifitas ekonomi warga. Infrastruktur mampu menembus isolasi perbatasan dan wilayah serta pemerataan antar wilayah. Semua investasi ini adalah tujuan pemerintahan Presiden Jokowi guna menyebarkan kesejahteraan ke timur, ke pulau-pulau terluar/terdepan dari Indonesia.
Pendekatan pembangunan yang juga menjadi fokus Presiden Jokowi adalah upaya pemenuhan hak-hak dasar warga. Seperti pendidikan dan kesehatan, pemerintah menjalankan program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Untuk membantu keluarga miskin juga dijalankan program Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
Semua strategi dan kebijakan pembangunan Presiden Jokowi di atas, adalah dalam rangka mentransformasikan ekonomi Indonesia yang semula berbasis komsumsi ke ekonomi berbasis produksi. Transformasi ini akan memberi fondasi bagi Indonesia ke depan sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar dunia.
Tidaklah berlebihan jika Bisnis Indonesia melalui buku yang diterbitkannya mengapresiasi apa yang telah dilakukan Presiden Jokowi dalam tiga tahun masa kerjanya, telah melahirkan apa yang disebut Jokowinomics.
**********