Trump-Xi Jinping
INDOPOST, WASHINGTON - Setelah berbulan-bulan perang kritik antara
Washington dan Beijing, pemimpin AS dan Cina akhirnya bertemu. Pertemuan
Presiden AS, Donald Trump dan sejawatnya dari Cina, Xi Jinping akan
digelar di Mar-a-Lago, negara bagian Florida.
Agenda
pembicaraan kedua pemimpin negara tersebut di antaranya adalah isu
pedagangan, masa depan perjanjian ekonomi, program nuklir Korea Utara,
perang kontra-terorisme serta isu Laut Cina Selatan. Sementara itu,
sepertinya isu perdagangan akan mendominasi perundingan Trump dan Xi
Jinping.
AS dan Cina sebagai
kekuatan ekonomi pertama dan kedua dunia satu tahunnya memiliki volume
perdagangan senilai 800 miliar dolar. Cina merupakan eksportir barang
dan jasa ke Amerika dan Washington adalah tujuan ketiga ekspor Beijing.
Neraca perdagangan kedua negara sekitar 370 miliar dolar merugikan
Amerika dan angka ini tercatat defisit perdagangan terbesar di dunia. Di
sisi lain, Cina juga memiliki paling banyak obligasi pemerintah Amerika
dan kriditur asing terbesar di negara adidaya ini.
Sementara itu,
pemerintahan Trump berusaha melawan hegemoni Cina di perekonomian
Amerika dengan mengubah strategi perdagangan dari kemitraan global
menjadi kebijakan proteksionis. Trump selama masa kampanye pilpres dan
setelah menduduki Gedung Putih, berulang kali menuding Cina melakukan
penipuan dan manipulasi perdagangan.
Selama beberapa hari
lalu, Trump menandatangani keppres untuk menurunkan defisit neraca
perdagangan Amerika. Keppres ini pertama-tama akan mempengaruhi hubungan
perdagangan dengan Cina. Meski demikian, ketergantungan ekonomi kedua
negara membuat manuver Washington untuk menekan Beijing di isu
perdagangan sedikit longgar.
Sementara untuk isu
aktivitas nuklir dan rudal Korea Utara, sepertinya Trump masih belum
sepenuhnya bebas untuk mengubah pendekatan Amerika terkait Cina. Di sisi
lain, menjelang pertemuannya dengan Xi Jinping, Trump masih mengumbar
peringatan bahwa jika Beijing tidak melanjutkan kerjasama anti Pyongyang
dengan Washington, maka Amerika akan melakukan langkah sepihak terkait
Korea Utara. Tapi sepertinya sangat sulit bagi Trump untuk
merealisasikan ancamannya tersebut mengingat kemampuan nuklir dan rudal
Korea Utara serta kesiapan negara ini untuk melakukan balas dendam
terhadap Washington serta sekutunya, Jepang dan Korea Selatan di kawasan
sensitif Asia Timur.
Isu ini juga tak
berbeda dengan kondisi di kawasan Laut Cina Selatan. Meski Amerika
berulang kali memperingatkan aksi-aksi maritim Cina, namun Beijing tanpa
mengindahkan protes Washington masih tetap melanjutkan pembangunan
pulau buatan dan meningkatkan kedaulatannya di mayoritas wilayah Laut
Cina Selatan.
Dalam hal ini, isu
termudah di perundingan Trump dan Xi Jinping di Florida adalah isu
perang kontra terorisme. Kedua negara meski memiliki beragam friksi,
memiliki perasaan yang sama terkait ancaman teroris dan maraknya
radikalisme. Keduanya berusaha membangun kebijakan dan koordinasi
bersama dalam melawan terorisme.
Tapi demikian, sikap
bersama dalam melawan terorisme dikhawatirkan akan musnah seiring
dengan ketidakmampuan keduanya menyelesaikan friksi perdagangan di
antara mereka.
(mf/indo)