Festival Crossborder Atambua
INDOPOST, ATAMBUA – Festival Crossborder Atambua yang digelar Kementerian Pariwisata benar-benar seperti mesin diesel. Di edisi Desember 2016, Sabtu malam, tanggal 10, di Lapangan Simpang Lima, Atambua itu disesaki lautan manusia. Bintang tamu sekelas Jamrud pun tak segan melayangkan pujian atas even yang dipopulerkan oleh Kemenpar yang dipimpin Menteri Arief Yahya itu.
“Agenda yang sangat bagus. Banyak saudara-saudara dari Timor Leste yang sampai rela memyeberang ke Atambua hanya untuk menyaksikan Festival Crossborder Atambua 2016 dan melihat performance Jamrud. Terimakasih Kementerian Pariwisata,” ucap vokalis Jamrud, Krisyanto, Minggu (11/11) dinihari.
Sejak Sabtu (10/12) malam hingga Minggu (11/12) dinihari, Atambua memang berubah jadi lautan manusia. Lebih dari 25.000 orang menenuhi Lapangan Simpang Lima Atambua. Pelintas batas dari Timor Leste, warga Atambua dan sekitarnya berbaur jadi satu dengan damai. Musik memang universal. Musik bisa diterima oleh semua kalangan, semua pihak, tanpa memandang batas negara , batas nationality. Musik membuat semua pihak berada dalam satu frekuansi, yakni “asyik!”
“Kami masih menunggu laporan dari imigrasi terkait jumlah wisman Timor Leste yang masuk ke Atambua. Saya kira angkanya cukup besar karena lapangan Simpang Lima Atambua full lautan manusia,,” ungkap Vinsensius Jemadu, Asisten Deputi Pengembangan Pasar Asia Pasifik Kemenpar, Minggu (11/12) dinihari.
Atambua memang berubah jadi lautan manusia. Sejak pukul 20.00 WITA, lapangan berkapasitas 25.000 orang itu penuh sesak. Tak ada lagi ruang kosong yang tersisa. Bahkan jalan-jalan sekitar Lapangan Simpang Lima Atambua sampai ikut dibanjiri lautan manusia karena lapangan tak bisa lagi menampung penonton.
“Ini Festival Crossborder Atambua yang paling heboh. Jamrud ternyata masih sangat disukai warga Atambua dan sekitarnya serta wisman Timor Leste. Setelah ramai, penerintah Kabupaten Belu mudah-mudahan bisa mengembangkan pariwisata daerah supaya lenght of stay warga Timor Leste bisa lebih lama lagi saat berkunjung ke Atambua,” kata VJ, sapaan akrab Vinsensius Jemadu.
Di edisi terakhir 2016, Jamrud menghibur Atambua sekitar 2 jam. Sebanyak 18 lagu-lagu hits Jamrud dibawakan Krisyanto dkk nyaris tanpa henti. Walaupun para pentolan band tersebut tergolong sudah berumur, namun musikalitas mereka masih sangat terjaga. Kualitas vocal Krisyanto pun tak berubah. Gaya dan karakter vokalnya masih sama dengan album perdana Jamrud bertajuk Nekad pada 1995.
Lantas mengapa harus repot-repot menggelar Crossborder Festival di Atambua? Mengapa juga sampai rela mengundang Jamrud yang ditopang panggung, tata cahaya dan sound system yang sangat mumpuni? “Karena ini salah satu program yang akan digenjot Menpar Arief Yahya di 2017. Pertama go digital, kedua homestay dan nomor tiganya crossborder. Kalau semua mendukung, berada di pihak yang sama, satu titik tujuan satu cita-cita, target 20 juta tahun 2019 itu bukan hal yang mustahil,” kata VJ.
Alasan yang bisa diterima nalar mengingat sudah banyak negara yang sukses mengundang wisman via jalur darat. Paris di Perancis misalnya. Negara yang terkenal dengan Menara Eiffel-nya itu bisa menembus 60 juta wisman. Madrid? Menembus 50 juta. London dan Singapore? Masing-masing 40 juta dan 15 juta. Malaysia – Thailand? Bisa mendatangkan masing-masing 25 juta dan 30 juta. “Dan sumbangan terbesarnya dari borderland tourism. Via jalur darat yang tidak tergantung pada flight,” kata pria asal Ruteng, NTT itu.
Kebetulan, Bupati Belu Willybrodus Lay berada di barisan yang sama dengan Kemenpar. Mimpinya hanya satu, menjadikan Atambua sebagai kota festival budaya bagi Indonesia dan Timor Leste. “Timor Leste sangat mungkin bisa diajak untuk terlibat dalam festival karena antara timur dan barat Pulau Timor memiliki budaya yang sama. Kota festival menjadi ajang untuk meningkatkan hubungan persahabatan yang lebih erat lagi bagi dua negara bertetangga ini,” katanya.
Action nyata pun sudah disiapkan. Dari mulai ajakan investasi, penguatan UMKM hingga program pembangunan homestay dan hotel akan disiapkan untuk memperkuat pariwisata di daerah perbatasan. “Kalau Atambua jadi kota festival maka akan ada banyak orang yang berkunjung ke sini dan sekaligus kita mempromosikan potensi pariwisata di Belu. Jadi ya kami juga harus bersiap menyambut tamu. Saya akan undang pengusaha-pengusaha NTT untuk berinvestasi di Belu. Homestay, UMKM, semuanya akan segera digarap,” tutur Bupati yang punya background pengusaha itu.
Menurutnya, letak Kabupaten Belu yang secara geografis berbatasan langsung dengan negara Timor Leste memiliki daya tarik tersendiri dan sangat strategis untuk pengembangan pembangunan pariwisata. Grup musik legendaris Indonesia sekelas Koes Plus sampai mendapat inspirasi menciptakan lagu “Kolam Susu” saat mereka berkunjung ke lokasi tambak ikan bandeng yang berjarak belasan kilometer dari Atambua Kota. “Seperti yang dibilang Koes Plus, potensi Atambua sangat besar. Dan hanya pariwisata yang bisa cepat mendorong ekonomi daerah,” ucapnya.
Seperti pasukan khusus yang akan membantu mewujudkan mimpi Kemenpar menggapai 20 juta wisman di 2019, Willy mengaku akan all out menggeber pembangunan amenitas di wilayahnya. “Kita belum punya hotel berbintang. Ke depan kita akan bangun hotel berbintang tiga atau empat sehingga wisatawan atau pengunjung lebih nyaman untuk tinggal di kota perbatasan ini,” janjinya.
Pembangunan amenitas ini dirasa sudah sangat mendesak lantaran setiap ada even besar, okupansi hotel dan homestay di Atambua selalu penuh. Hotel Intan, Hotel Matahari dan Paradiso sudah tak bisa lagi menampung tamu. Begitu juga dengan tiga homestay yang ada di Atambua. “Ini sudah sangat urgent jadi saya akan fokus ke sana dulu,” ujar Willy.
Spirit itu tak lepas dari besarnya impact yang dihasilkan Festival Crossborder Atambua. Gara-gara Festival Crossborder, Atambua jadi ramai. Ekonomi warga tumbuh. Ratusan pedagang kaki lima yang ada di sekitar lokasi panen rezeki.
Alex Bria misalnya. Penjaja kopi itu mengaku sukses mendapatkan omset hingga 5 kali lipat. “Di akhir pekan biasanya omzet terbesar Rp 200 ribu. Tapi pas ada Festival Crossborder omzetnya sampai Rp 1,2 juta,” ungkap Alex Bria.
Pedagang makanan ringan juga ikut kebagian rezeki. Penghasilan Rp 100 ribu di akhir pekan meningkat drastis menjadi Rp 1 juta. “Iya. Berkah sekali. Malam ini saya dapat Rp 1 juta. Padahal biasanya paling besar hanya Rp 100 ribu, papar Mariam Linda.
Rental mobil lain lagi. Saat even berlangsung, tak ada lagi mobil yang bisa disewa. Tarif Rp 600 ribu yang dipatok per hari “dibabat” habis oleh tamu yang datang ke Atambua. “Selama tiga hari saya dapat Rp 1,8 juta. Malahan yang dari Timor Leste tarifnya pakai US Dolar. Dampak Crossborder Festival berdampak sangat positif bagi masyarakat Atambua. Semua kebagian rezeki,” papar Primus Resibera, salah seorang driver rental mobil di Atambua.
Semua berkah yang didapat tadi tak lepas dari kemasan festival yang makin menarik. Promosi juga dilakukan sangat gencar. Dua radio paling beken di Atambua, Favorit FM dan RRI Atambua bahkan sampai menyiarkan secara live agenda Festival Crossborder Atambua. Di Dili, Timor Leste pun sama. Sejumlah radio besar dan media cetak di sana juga tak henti-hentinya menyiarkan woro-woro Festival Crossborder Atambua.
(fjr/indo)