Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan
JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan melakukan investigasi formal terkait rencana pengenaan pajak digital atas perusahaan asal Paman Sam di beberapa negara, termasuk Indonesia. Ancaman tersebut dinilai berlebihan alias lebay.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menegaskan, pemerintah Indonesia memang harus berupaya dan terus bekerja keras untuk meningkatkan penerimaan negara melalui pajak.
"Termasuk melalui sumber-sumber yang sudah ada dan masuk dalam aturan perundangan kita, maupun sektor yang pontensial namun belum tersentuh oleh regulasi yang ada," katanya dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Sabtu (6/6/2020).
Perlu diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Sistem Elektronik.
Dengan aturan ini, pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen bagi produk-produk perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) seperti layanan streaming musik dan film. Layanan Netflix, Sprotify, dan sebagainya pun akan diwajibkan untuk membayar pajak.
Ditekankan Hergun, sapaan khas Heri Gunawan, aturan yang berlaku mulai berlaku tanggal 1 Juli 2020 mendatang itu bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha bagi pelaku usaha dalam dan luar negeri, baik konvensional maupun digital.
"Penerapan pajak digital saat ini semakin penting seiring dengan terus naiknya pengguna dan penyedia layanan digital yang beroperasi di Indonesia. Terlebih dengan adanya pandemi ini pajak digital bisa menjadi sumber pendapatan negara baru untuk menutup defisit APBN. Jadi, terobosan sumber penerimaan ini harus didukung!" tekan Hergun.
Politisi Senayan dari Partai Gerindra ini mengaku yakin aturan tersebut bakalan dapat menambah penerimaan negara. Sebab bagaimanapun juga, sektor usaha yang mengambil keuntungan ekonomi dari operasionalnya di negara Indonesia, ideal dan harusnya mematuhi ketentuan ini.
"Perusahaan yang beroperasi dan memperoleh pendapatan dari Indonesia, mau ditarikin pajak, masa dibilang diskriminasi? Kalau Trump bisa bilang Make America Great Again, ya bayar pajaknya dong. Masa nyari duit di Indonesia nggak mau bayar pajak?" ketusnya.
Dijelaskan Hergun selama ini perusahaan digital asal Amerika rata-rata tidak melakukan transaksi di Indonesia. Sebab pada kenyataannya, pelanggan dari Indonesia diwajibkan mentransfer biaya berlangganan pada rekening perusahaan di luar negeri, termasuk perusahaan yang ada di Amerika Serikat.
"Ini adalah bukti konkret kebocoran ekonomi Indonesia. Regulator dahulu belum punya banyak upaya dalam mengejar penerimaan yang nyata sekali. Ujungnya regulator pajak hanya bisa mengejar para wajib pajak dalam negeri," imbuhnya.
Lebih lanjut diakuinya bahwa persoalan ini menjadi isu besar, terlepas dari dimaknai akan memunculkan perang dagang dengan negara asal perusahaan tersebut. Namun yang pasti, bagi Indonesia, berbagai potensi pajak yang ada tentu harus dioptimalkan.
Dia menambahkan, pemerintah Indonesia sendiri melalui Omnibus Law sedang merancang aturan untuk mengenakan pajak bagi perusahaan over the top (OTT) yang beroperasi di Indonesia, seperti Netflix, Spotify dan lainnya. Termasuk Google, Facebook, dan Amazon yang selama ini bukan Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Nah, lewat Omnibus Law, definisi BUT ini akan diubah dari semula berdasarkan keberadaan fisik kantornya di Indonesia, menjadi atas dasar kegiatan ekonomi yang dijalankan di Indonesia.
"Selama ini perusahaan-perusahaan itu tidak tersentuh oleh aturan perundang-undangan kita tentang Pajak. Bila aturan untuk pengenaan pajak bagi OTT ini sudah ada, tanpa mereka menjadi BUT, negara bisa memperoleh penerimaan dari usaha yang mereka jalankan di Indonesia," lanjutnya.
Adapun mengenai ancaman Presiden Trump akan menginvestigasi terkait rencana pengenaan pajak terhadap layanan perusahaan digital asal negaranya, karena khawatir terhadap skema pajak yang diterapkan tidak adil dinilai sebagai tindakan yang lebay.
"Saya kira itu sesuatu yang berlebihan (lebay). Nanti kan tinggal dilihat seperti apa skema pajak yang akan diberlakukan pemerintah. Adil atau tidak? Selama pengenaan pajak itu diberlakukan sama dan adil bagi semua pelaku usaha, saya kira mereka juga tidak boleh mempersoalkan karena Indonesia negara berdaulat," pungkasnya.
0 Reviews:
Post a Comment