ilustrasi
SURABAYA - Dokter Aditya, seorang dokter di rumah sakit rujukan yang menangani COVID-19 di Surabaya mengunggah cuitan di Twitter soal minimnya fasilitas di rumah sakit. Cuitan tersebut viral di media sosial dan mendapat banyak respons dari netizen.
Menanggapi hal ini, Pemerintah Kota Surabaya menyayangkan cuitan tersebut. Koordinator Protokol Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, Muhammad Fikser mengatakan, unggahan itu juga bisa berdampak persepsi buruk masyarakat terhadap tenaga medis di Surabaya.
“Kami menyayangkan kalau akhirnya itu disampaikan di media sosial, akhirnya menimbulkan persepsi pemahaman yang keliru, kasihan yang terlibat di dalam penanganan ini juga begitu banyak orang. Artinya, dari medis dan teman-teman dari mereka sendiri juga,” kata Fikser di Balai Kota Surabaya, Rabu (27/5).
Fikser menampik cuitan Aditya soal Pemkot Surabaya tak memberikan bantuan alat pelindung diri (APD) untuk tenaga medis yang menangani pasien virus corona.
Pihaknya mengklaim sudah mengirim 60 ribu APD kepada seluruh rumah sakit rujukan yang tersebar di Surabaya. Bahkan, kata Fikser, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ikut mendistribusikannya.
“Perlu kami klarifikasi, pertama kami sudah memberikan bantuan APD kurang lebih 60 ribu lebih yang kami bagi rata,” ungkapnya.
“Pemkot itu adil semua rumah sakit diberikan APD. APD yang kami berikan diharapkan digunakan oleh rumah sakit untuk tenaga medis saat bertugas. Persoalannya apakah bantuan itu sampai kepada tenaga medis yang bertugas, itu kan Pemkot tidak sampai pada situ. Tapi, kami memiliki data bahwa seluruh APD yang diberikan Pemkot hari itu juga kami distribusikan,” imbuhnya.
Selain itu, Fikser juga mengatakan Pemkot Surabaya sudah berusaha penuh dalam penanganan COVID-19 di Surabaya. Seperti, mengadakan rapid test massal serta swab terhadap orang yang reaktif.
“Saya kira Pemkot sangat terbuka pelaksanaan penanganan COVID-19 secara masif. Kita ingin tidak seperti gunung es. Kita ingin membongkar tabir di dalam itu. Artinya melakukan rapid test secara massal, reaktifnya kita ajukan untuk swab dan terus menerus kita buka ini. Kita lakukan pemeriksaan-pemeriksaan laboratorium itu untuk membuka ini semua,” terangnya.
Sementara itu, Fikser meminta agar lebih baik cuitan itu disampaikan langsung kepada Pemkot Surabaya agar bisa didiskusikan bersama. Alasannya, polemik COVID-19 ini perlu dipikul bersama-sama oleh stakeholder.
“Kalau memang beliaunya merasa kurang puas atau punya ide bisa datang kepada kami di Tim Gugus Tugas, diskusi bersama kami, apalagi yang bersangkutan seorang tenaga medis,” jelasnya.
“Mungkin pemikiran-pemikiran beliau bisa diajukan kepada kami untuk bisa didiskusikan bagaimana kita sama-sama melakukan penanganan ini. Sebab, ini tidak bisa menjadi tanggung jawab pemerintah saja seluruh elemen terlibat di dalamnya,” pungkas Fikser.
0 Reviews:
Post a Comment