Anggota Fraksi PDI Pejuangan DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) Papua, Komarudin Watubun
JAKARTA - Anggota Fraksi PDI Pejuangan DPR RI dari daerah pemilihan (Dapil) Papua, Komarudin Watubun meminta Kepala Staf Presidenan RI, Moeldoko untuk tidak terbawa perasaan (baper) dalam menanggapi kritikan publik atas insiden bentrokan antara anggota TNI dengan Polri di Distrik Kasonaweja, Kabupaten Memberamo Raya beberapa hari yang lalu.
Pasalnya menurut legislator ini, kehadiran aparat keamanan, baik itu anggota TNI dan Polri di Provinsi Papua hanya dalam rangka tugas pengamanan negara dan penciptaan ketertiban.
"Maka ketika ada tindakan aknum aparat yang tidak profesional, misalnya bentrok antarsesama aparat keamanan, dan bahkan sampai menyebabkan hilangnya nyawa manusia, sudah seharusnya tindakan tersebut ditertibkan," tegasnya, Sabtu (18/4/2020).
Penegasan Watubun ini menanggapi pernyataan Moeldoko yang menyayangkan adanya pengembangan opini yang dinilainya memframing seolah-olah aparat keamanan tidak profesional, menyusul terjadinya bentrokan antara oknum anggota TNI dan Polri di Mamberamo Raya, Minggu 12 April lalu. Padahal insiden itu telah merenggut nyawa tiga personil Polri. Selain itu, terjadi pula peristiwa dugaan salah tembak oleh oknum aparat TNI di Timika, Senin pada 13 April. Akibat insiden tersebut, dua nyawa warga sipil melayang.
Terkait itu, Banteng Senayan ini menegaskan bahwa dirinya sadar betul tentang keberadaan aparat keamanan di Papua adalah dalam rangka tugas negara. Tetapi ketika ada tindakan aparat yang tidak profesional, apalagi sampai merenggut nyawa manusia hanya akibat hal sangat sepele, maka tindakan tersebut jelas tidaklah profesional.
"Tindakan yang tidak profesional ini harus ditertibkan dan diperbaiki. Kepala Staf Kepresidenan harus bisa membedakan itu, menempatkan masalahnya secara proporsional, dan jangan baper,” tegas Watubun.
Watubun mengaku mengapresiasi sikap pemerintah yang telah melakukan langkah-langkah penindakan atas konflik yang terjadi. Salah satunya dengan menarik 28 personil TNI untuk diperiksa oleh POMDAM Cenderawasih di Jayapura.
Meski demikian, diingatkannya langkah penindakan itu mestilah dikerjakan dengan serius. Hasilnya pun kelak harus diumumkan secara terbuka kepada publik. Hal itu guna memulihkan kepercayaan publik kepada aparat keamanan.
“Mengapa? Karena bentrokan antarsesama aparat di Mamberamo Raya itu dengan tegas memberi sinyal bahwa ada masalah dalam hal komunikasi dan koordinasi antarsesama aparat dalam melaksanakan tugasnya menghadirkan rasa aman dan ketertiban bagi warga, khsusnya di Mamberamo Raya. Demikian pula dengan insiden di Timika yang merenggut nyawa dua warga sipil itu,” jelas Watubun.
Lebih lanjut Watubun mengingatkan, tindakan yang tidak profesional, apalagi bahkan sampai merenggut nyawa sesama anak bangsa sesungguhnya tidak perlu terjadi bila jatidiri TNI yang telah dirumuskan dalam Bab II Pasal 2 huruf “d” Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia, dihayati dengan baik.
Dimana Bab II Pasal II huruf “d” Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia berbunyi: “Tentara profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut
prinsip demokrasi, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi”.
Selanjutnya Watubun mengaku menyambut baik langkah pemerintah untuk lebih fokus pada kerja-kerja menjaga perdamaian dan pembangunan kesejahteraan di Papua, ketimbang pendekatan yang menggunakan senjata.
“Sesuai amanat konstitusi yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, maka sudah sepantasnyalah senjata yang dikedepankan membangun Papua bukanlah penggunaan kekerasan (hard-power) yang sudah terbukti gagal, melainkan upaya-upaya menciptakan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan (soft-power) yang berkeadilan,” pungkas Watubun.
0 Reviews:
Post a Comment