Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra
JAKARTA - Polisi mengambil laptop dan telepon seluler milik Aktivis sekaligus peneliti kebijakan publik Ravio Patra. Ravio diduga mengirimkan pesan berantai bernada hasutan.
Ravio sempat ditahan di Polda Metro Jaya. Namun pada Jumat (24/4) dibebaskan, tapi laptop, HP dan KTP ditahan sebagai alat bukti polisi. Kasus ini masih dalam penyelidikan, status Ravio sebagai saksi.
Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra menilai, polisi boleh saja memeriksa dan menyita HP milik Ravio.
"Andai kasus itu terjadi pada saya, pesan berisi hasutan menyebar dan hasil analisis polisi bahwa pesan itu berasal dari HP yang terdaftar atas nama saya, saya anggap wajar saja jika polisi mencari saya," kata Yusril melalui keterangan tertulisnya yang diterima, Minggu (26/4).
"Polisi tentu berwenang mengambil langkah preventif jika di medsos beredar hasutan kepada publik agar melakukan kerusuhan dan penjarahan. Berdasar hasil pelacakan aparat pendgak hukum, untuk sementara diketahui bahwa pesan yang berisi hasutan itu berasal dari nomor HP tertentu dan terdaftar atas nama orang tertentu," sambungnya.
Yusril mengatakan, andaikan dirinya sebagai pihak yang tertuduh tidak merasa bersalah, maka sebagai warga negara yang baik ia akan tetap bersikap kooperatif.
"Saya bisa jelaskan bahwa saya tidak pernah menulis pesan berantai yang bersifat menghasut itu. Saya serahkan HP saya, dan minta polisi selidiki karena saya berkeyakinan seseorang telah meretas HP saya," ujar Yusril.
Namun begitu, lanjut Yusril, langkah pertama yang harus dilakukan polisi adalah secepatnya melakukan penyelidikan. Dalam konteks penyelidikan itu polisi berwenang untuk memanggil pemilik HP guna dimintai keterangan lebih dahulu.
"Jika polisi sudah punya bukti pendahuluan, bisa saja polisi memanggil saya sebagai saksi lebih dulu untuk didengar keterangannya. Pemanggilan harus menggunakan surat," jelasnya.
Kalau dalam pemanggilan tersebut dirinya tidak kunjung datang setelah dipanggil dengan cara yang patut, maka polisi bisa memanggil paksa dengan dibekali surat penangkapan.
"Kalau saya (pemilik HP) ngeyel, polisi wajib menunjukkan surat perintah penangkapan kepada saya. Jadi prosedur itu harus kita pahami dan wajib dilaksanakan oleh polisi sebagai penegak hukum," katanya.
Unit Cybercrime Mabes Poliri, kata Yusril, juga akan segera dapat mengetahui bahwa ponselnya diretas atau tidak. Kalau memang ternyata diretas, maka polisi bisa mempersilakan pemilik HP pulang.
"Bagus juga jika saat itu polisi dan saya mengadakan konferensi pers dan memberitahu publik bahwa pesan yang berisi hasutan itu bukan dari saya, dan HP saya terbukti diretas. Polisi juga sekaligus mengingatkan publik agar jangan terpengaruh dengan pesan yang berisi hasutan itu," jelasnya.
Namun langkah tersebut, kata dia terkadang kalah cepat dengan waktu. "Pesan berantai berisi hasutan melakukan kerusuhan misalnya akan dilaksanakan tiga hari lagi. Pesan itu sudah meluas dan meresahkan. Kalau polisi mengikuti prosedur normal melalui pemanggilan melalui surat dan sebagainya, maka waktu tidak cukup lagi," ungkapnya.
Sementara kalau dibiarkan pesan itu terus beredar dan pelakunya juga bebas berkeliaran, maka bagaimana kalau nanti ternyata bahwa kerusuhan benar-benar terjadi? Menurut dia polisi juga yang akan disalahkan publik mengapa tidak bertindak cepat dan antisipatif untuk nencegah hal itu.
"Polisi memang dilematis," tukasnya.
Yusril berpendapat bahwa penegakan hukum mestinya fair, jujur dan adil. Di samping juga warganegara harus menghormati kewenangan polisi sebagai penegak hukum.
"Polisi juga wajib menghormati setiap warga negara, meskipun polisi berdasarkan nalurinya curiga terhadap seseorang," tegasnya.
Kata Yusril, kalau hukum ditegakkan dengan cara yang benar dan warga negara juga menghormati proses penegakan hukum, maka akan selamatlah negara kita di tengah krisis yang terjadi akibat pandemi Covid-19 ini.
HP dan Laptop Disita
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Argo Yuwono menjelaskan, Ravio dipulangkan karena penyidik tengah mengumpulkan bukti. Polisi masih menyelidiki dugaan pesan WhatsApp bernada hasutan itu dikirim dari ponsel Ravio.
Sebab, sebelumnya Ravio mengaku WA-nya dibajak, sempat tidak bisa dikendalikan beberapa jam. Hal ini akan dikonfirmasi penyidik ke pihak WhatsApp.
“Untuk sementara RPA (Ravio) dipulangkan dengan status masih saksi sambil menunggu analisa digital forensik dari labfor untuk memenuhi 2 alat bukti yang cukup,” jelas Argo saat dihubungi, Minggu (26/4).
Argo mengatakan, seorang polisi AKBP HS mengaku mendapatkan pesan berantai bernada hasutan tersebut. Polisi mengklaim telah mengantongi banyak keterangan saksi atas hasutan tersebut.
“Penyidik berdasarkan laporan masyarakat yang resah tidak hanya di Jakarta, tetapi di berbagai daerah seperti info adanya AKBP HS itu adalah saksi karena mendapat kiriman pesan tersebut dan banyak lagi saksi yang dikirimkan pesan,” tegas Argo.
Argo juga menekankan, polisi tak mencari-cari kesahan Ravio. Sebelumnya Ravio disebut dijebak oleh polisi seiring kasus WA-nya yang tidak bisa diakese alias di-hack.
“Semuanya langkah penyidik untuk membuat jelas berdasarkan kejadian dan saksi bukan karena mencari-cari untuk alibi RPA no handphone akun WA dihack ini yang sedang didalami. Karena ada beberapa keterangan yang perlu waktu.seperti keterangan dari server WhatsApp, saksi ahli, analisis dan lain-lain,” tutup Argo.
Sejumlah barang bukti telah disita dalam kasus tersebut. Di antaranya, 1 unit handphone Samsung S10 warna biru, 1 unit Handphone Iphone 5 warna silver, 1 unit Laptop macbook 13" warna silver, 1 unit Laptop Dell warna hitam, 1 buah KTP a.n RAVIO PATRA ASRI.
Ravio diduga melanggar Pasal 28 Ayat 2 Jo Pasal 45 huruf A ayat 2 UU RI No.19 tahun 2016 sesuai perubahan UU RI No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo pasal 14 ayat 1 atau ayat 2. Atau pasal 15 UU RI no 1 tahun 46 tentang Peraturan Hukum Pidana atau pasal 160 KUHP.
Dijebak
Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto menduga Ravio dijebak. Damar menjelaskan, penangkapan itu tak lama setelah handphone Ravio Patra diretas oleh orang tidak dikenal. Dia menyampaikan peretas menyebarkan pesan-pesan bermuatan provokasi.
Adapun bunyinya pesan tersebut:
"KRISIS SUDAH SAATNYA MEMBAKAR! AYO KUMPUL DAN RAMAIKAN 30 APRIL AKSI PENJARAHAN NASIONAL SERENTAK, SEMUA TOKO YG ADA DIDEKAT KITA BEBAS DIJARAH," kata Damar mengurai isi pesan peretas.
Damar mengatakan, Ravio Patra lah yang bercerita langsung bahwa handphonenya diretas.
"Ravio menunjukkan pesan ketika mencoba menghidupkan WA, muncul tulisan: You've registered your number on another phone. Dicek ke pesan inbox SMS, ada permintaan pengiriman OTP," ujar Damar.
Damar menyarankan Ravio melaporkan peristiwa ini ke Head of Security WhatsApp. Pelaku pembobolan menemukan cara mengakali nomor untuk bisa mengambil alih Whatsapp yang sebelumnya didaftarkan dengan nomor Ravio.
"Dikatakan memang terbukti ada pembobolan, karena OTP dikirim ke nomor Ravio, besar kemungkinan pembobol sudah bisa membaca semua pesan masuk lewat nomer tersebut," ucap dia.
Menurut Damar, motif penyebaran itu diduga ingin menjebak Ravio sebagai salah satu yang akan membuat kerusuhan. "Saya minta Ravio untuk mengumpulkan dan mendokumentasikan semua bukti. Agar kami bisa memeriksa perangkat tersebut lebih lanjut," ucap dia.
Damar mengungkapkan, keberadaan Ravio Patra kini di Polda Metro Jaya. "Saat ini ada di Polda Metro Jaya," ujar Damar.
0 Reviews:
Post a Comment