ilustrasi
WASHINGTON - Wabah virus Corona (COVID-19) berdampak besar terhadap perekonomian dunia dan memberikan sentimen negatif yang besar terhadap ekonomi Amerika Serikat. Diperkirakan kondisi ekonomi negara itu akan terus memburuk karena penyebaran Corona.
Bank Investasi AS, Goldman Sachs meramalkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) akan turun 24 persen pada kuartal kedua tahun 2020 karena krisis yang dipicu oleh wabah Corona.
Para ekonomi Goldman Sachs memproyeksikan bahwa PDB AS turun sekitar 6 persen pada kuartal pertama 2020 dan 24 persen pada kuartal kedua, sementara angka pengangguran di AS akan naik menjadi 9 persen.
Saat ini resesi ekonomi secara praktis terjadi di AS. Salah satu indikator pentingnya adalah kejatuhan pasar saham. Pada 20 Maret lalu, tiga indexs utama di pasar saham AS mencatat penurunan 12 persen. Dengan demikian, Wall Street menyaksikan hari terburuknya sejak resisi ekonomi AS pada 2008.
Presiden Donald Trump selalu memuji indeks saham Wall Street sebagai salah satu kesuksesan kepemimpinannya dan telah menulis sedikitnya 131 tweet tentang hal ini di akunnya.
Trump dalam sebuah konferensi pers mengatakan tidak perlu ada kekhawatiran tentang prospek ekonomi jangka panjang AS, dan kegiatan bisnis akan pulih kembali setelah menghapus pembatasan yang diberlakukan untuk mengatasi wabah Corona.
Namun, kondisi sekarang Wall Street dan perusahaan-perusahaan raksasa Amerika sangat buruk dan mengkhawatirkan serta memperlihatkan tidak berdasarnya klaim Trump.
Faktor-faktor seperti cuti tanpa gaji, penurunan daya beli, dan penutupan banyak sekolah, toko, perkantoran, pabrik, dan sektor properti, akan mendorong penurunan PDB selama kuartal pertama dan kedua tahun ini.
Pandemi Corona membuat banyak sektor bisnis terpuruk dan hampir 70.000 orang kehilangan pekerjaan di Amerika hanya dalam satu pekan terakhir.
Pada dasarnya, wabah Corona telah mengubah gaya hidup warga Amerika dan tindakan yang diambil dalam beberapa hari terakhir termasuk social distancing, telah mempengaruhi kehidupan normal warga di banyak wilayah Amerika.
Trump meminta warga untuk menghindari keramaian. Beberapa negara bagian juga memerintahkan perusahaan untuk meliburkan aktivitasnya, yang menyebabkan jutaan orang kehilangan pekerjaannya untuk sementara waktu.
AS menghadapi krisis di sektor ekonomi dan perdagangan, di mana telah mempengaruhi sektor industri dan jasa termasuk transportasi, pariwisata, dan banyak sektor bisnis lainnya.
Pada 15 Maret lalu, Bank Sentral AS (Federal Reserve) memangkas suku bunganya sebesar 1 persen dan saat ini suku bunga dipatok di kisaran 0-0,25 persen untuk melawan dampak virus Corona terhadap ekonomi. Langkah ini belum pernah terjadi sebelumnya. Sebesar 700 miliar dolar likuiditas juga akan disuntikkan ke pasar.
Namun, efektivitas langkah-langkah tersebut dan upaya Kongres AS untuk mengkompensasi kerugian akibat wabah Corona, masih belum jelas, karena ada perselisihan serius antara kubu Republik dan Demokrat.
Para senator AS gagal mencapai kesepakatan mengenai paket stimulus Trump senilai 1 triliun dolar untuk menghadapi wabah Corona. Kubu Republik mendesak agar paket stimulus ini segera disetujui, tapi Demokrat menolaknya.
Pemimpin minoritas Senat dari Demokrat, Chuck Schumer mengatakan paket stimulus pemerintahan Trump untuk jutaan warga Amerika yang terkena dampak wabah Corona adalah tergesa-gesar dan banyak cacatnya.
Kubu Demokrat percaya bahwa langkah-langkah itu sebenarnya ditujukan untuk melindungi perusahaan dan para pemegang sahamnya, bukan pegawai mereka.
Dengan demikian, resesi ekonomi saat ini dan penurunan PDB dapat memiliki implikasi serius bagi Trump dan karir politiknya, terutama untuk memenangkan pilpres AS pada November 2020.