ilustrasi
NAMANYA juga preman, Kamdi, 45, dari Sumenep, Madura, ini ada saja idenya untuk cari duit. Muda-mudi yang kepergok pacaran diperas Rp10 juta. Karena tak bisa bayar malah dipaksa hubungan intim dengan disaksikan Kamdi sendiri. Selesai berbuat mesum di bawah ancaman clurit, muda-mudi Sukir-Kasmi ini segera lapor polisi.
Preman itu arti awalnya manusia bebas (free man), tapi sesuai dengan dinamika zaman, pengertian sekarang jadi manusia tukang palak, cari uang dengan tidak halal dan secara memaksa. Jaman Orde Baru dulu dibrantas Sudomo dengan petrus (pembunuh misterius). Tapi shok terapi itu hanya berefek sebentar. Orde Baru tumbang aksi preman marak lagi, baik itu preman di pasar maupun preman berdasi di seputar lembaga pemerintah.
Salah satu preman pasar itu adalah Kamdi ini. Pekerjaan resminya jadi petani, tapi sambilannya jadi preman. Dia pakar sekali untuk mencari uang tidak halal. Misalnya, orang pacaran itu kan hak semua anak bangsa. Tapi Kamdi berlagak pegawai Ditjen Pajak mencoba memungut cukainya untuk mereka yang pacaran tidak senonoh di tempat umum.
Di seputar Bandara Trunojoyo Sumenep, banyak lokasi sepi yang ideal sekali untuk pacaran menjalin kasih. Nah, di sinilah Kamdi suka mencari mangsa. Muda-mudi yang sedang asyik pacaran, di mana tangan dan mulut sama sibuknya, Kamdi memanfaatkan.
“Kasih uang atau tak laporkan ke polisi,” kata Kamdi sambil menodongkan clurit.
Dari kegiatan tukang peras itulah kantong Kamdi selalu berisi. Sekali todong minimal dapat Rp100.000 bahkan sampai Rp500.000. Tapi itu tidak membuatnya puas. Dia ingin yang dapat lebih gede, sekali todong dapat Rp10 juta, bisa untuk hidup sebulan dua bulan buat ukuran Sumenep.
Beberapa hari lalu Kamdi melihat dua sejoli pacaran dekat RTH (Ruang Terbuka Hijau) dekat Bandara Trunajaya. Langsung saja didekati sambil membawa celurit. Dia bentak mereka sampai mengkeret.
Ditanyai, ngapain siang-siang di tempat sepi? Ketika dijawab main aja, Kamdi tak percaya. “Bohong! Kalian mau berbuat mesum ya? Ngaku saja!” hardiknya sambil menunjukkan ujung celurit itu ke jidat keduanya.
Tentu saja cewok-cewek itu seperti kerupuk disiram sayur, habis jika celurit itu sampai beraksi, bisa wasalamlah keduanya. Tahu korbannya sudah jatuh mental, barulah Kamdi menawarkan solusi.
Jika tak mau sampai jadi urusan polisi, siapkan uang Rp10 juta tunai. Tentu saja mereka tak punya. Kalau punya uang segitu tentunya langsung masuk hotel berbintang.
“Kalau begitu Rp5 juta saja, tapi aku mencicipi dulu pacarmu itu. Kalau tak punya juga, kalian saya bebaskan dari pungutan, tapi kalian harus berhubungan intim dengan saya yang menyaksikan. Mau nggak? Kalau nggak, hekkkkkkk..celurit ini menggorok leher kalian!” gertak Kamdi.
Karena ketakutan, akhirnya keduanya berhubungan intim semampunya, mungkim hanya secara simbolis belaka. Logikanya, bagaimana orang tertekan jiwanya bisa berhubungan seks bak suami istri?
Selesai berbuat, Kamidi melepaskan muda-muda itu. Tapi pasangan yang tak terima segera lapor ke Polsek Batu Putih dan Kamdi pun dicari sampai ketemu. Karena rumahnya dekat situ-situ juga, Kamdi bisa diamankan lebih cepat.
“Sekedar sambilan untuk tambahab penghasilan, Pak.” Kata Kamdi di depan polisi.
Kepala lu peyang, cari tambahan kok memeras! (gunarso ts)