Kabinet Indonesia Kerja jilid II
JAKARTA - Di bulan Februari lalu publik diramaikan dengan ucapan beberapa menteri yang kontroversi. Ramainya 'kicauan' para menteri tersebut membuat gaduh ruang publik.
Di antaranya, pernyataan kontroversi Menteri Agama Fachrul Razi. Mulai wacana larangan cadar, celana cingkrang bagi aparatur sipil negara atau ASN sampai doa Bahasa Indonesia saat khutbah Salat Jumat.
Tak ketinggalan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang ikut membentuk dan menyampaikan keterangan dalam konferensi pers menyangkut tim hukum PDIP terkait kasus suap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Pernyataan lainnya yang bikin gaduh datang dari Ketua Badan Pembinaan Idelogi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi soal agama musuh Pancasila. Lalu, usulan fatwa Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait orang kaya menikahi orang miskin.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai adanya deretan pernyataan dan sikap yang memunculkan kegaduhan karena komunikasi yang tak baik di lingkaran pemerintahan. Ia mengibaratkan sejumlah menteri dan pejabat lembaga tertentu seperti ingin main sendiri.
Menteri-menteri seolah-olah main sendiri-sendiri. Komentar sendiri-sendiri dan komentarnya kontroversial juga merugikan Jokowi," ujar Ujang.
Anggota Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengingatkan pembantu presiden jangan telalu banyak bicara. “Jangan terlau banyak bicara, karena kalau terlalu banyak bicara ada salah seperti itu kan jadi menimbulkan kontroversi,” ujarnya.
Menurutnya, kontroversi yang ditimbulkan akibat wacana para pembantu Jokowi bukan hanya sebatas kalangan pemerintah, namun juga menjadi perdebatan publik yang luar biasa.
“Misalnya kita melihat di media-media sosial, itu malah menghabiskan energi yang luar biasa. Sampai ada yang viral hanya kesalahan ngomong, kesalahan memberikan pernyataan seperti itu,” katanya.
Anggota Komisi IX ini menduga, para menteri yang mengeluarkan statemen kontroversial hendak mendapat perhatian positif dari masyarakat. Namun malah berujung kegaduhan. Oleh karenanya, pejabat pemerintah harus mampu mengeluarkan wacana atau usulan yang bermanfaat bagi rakyat.
"Bicaralah yang bermutu, itu sederhana. Carilah problem (topik) yang bisa memberikan solusi kepada kesejahteraan rakyat. Mereka adalah pelayan rakyat, nah karena itu ada hal-hal fundamental yang tidak berkenaan dengan kesejahteraan rakyat enggak usah diomongin,” urainya. (rizal)