Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyoroti peran media sosial (medsos) yang menurutnya telah mengambil alih pembentukan karakter bangsa. Hal itu disampaikan Basarah saat memberikan kuliah perdana di hadapan 5.332 mahasiswa baru Uhamka di Kampus Uhamka, Jakarta, Sabtu (7/9).
"Ciri menonjol dari generasi milenial adalah demikian gandrung dengan internet dan melek informasi. Kemajuan internet seakan menjadikan dunia tanpa batas dan di internet semua hal bisa ditemukan. Jika mendapat informasi salah, tentu saja akan berakibat fatal," jelas Basarah.
Diakui Basarah bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi informasi berdampak ganda. Dampak positif diantaranya memberikan kemudahan dalam komunikasi dan informasi, serta memberikan kemudahan dalam urusan ekonomi.
Akan tetapi dampak negatifnya juga besar dan tidak menutup kemungkinan berpotensi menyebabkan keretakan bangsa. Terlebih jika yang tersebar di media sosial terisi dengan kabar bohong (hoaks), ujaran kebencian dan sebagainya.
Anggota DPR RI yang juga dosen tetap Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu memaparkan bahwa semua pranata sosial di tanah air ada hakim pengawasnya. Di lingkup keluarga ada orang tua, kemudian di lingkup lembaga pendidikan ada guru dan dosen, di lingkungan ada ketua lingkungan.
Begitu juga dengan media massa ada yang mengawasi, yaitu Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Informasi (KPI). Hanya di media sosial saja yang tidak ada pengawasnya.
Bagi Basarah, kondisi demikian amat mengkhawatirkan. Hal ini diperkuat dengan kecenderungan generasi muda yang menjadikan internet dan media sosial sebagai tempat mencari informasi. Tidak jarang, mereka menelan informasi tersebut mentah-mentah, tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu.
"Ini yang berbahaya. Bahwa media sosial telah menjadi gaya hidup dan membentuk pola pikir. Pola pikir akan membentuk keyakinan dan keyakinan akan membentuk perilaku. Perilaku yang terus diulang akan membentuk karakter," jelas Basarah.
Terhadap menguatnya fenomena tersebut, Basarah kembali mengingatkan bangsa Indonesia sudah punya Pancasila sebagai filter nya. Sehingga perlu mendorong masuknya kembali Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dan pokok dalam seluruh jenjang pendidikan.
Di sinilah peran penting Perguruan Tinggi dalam upaya pembentukan mental dan karakter bangsa (Nation and Character Building). Basarah bersyukur bahwa visi besar Uhamka adalah memadukan nilai-nilai agama Islam dengan semangat kebangsaan dalam bingkai negara Pancasila. Sehingga output-nya nanti adalah melahirkan cendikiawan berintegritas yang cinta pada agama dan cinta tanah air.
"Kampus harus menjadi kawah candradimuka tempat menggembleng generasi penerus bangsa. Untuk bisa membentuk mental dan karakter bangsa maka diperlukan guru berkarakter, berilmu, berwawasan kebangsaan dan ber-akhlaqul karimah. Dan Uhamka telah menerapkan hal tersebut," jelas Basarah.
Selain itu, peran keluarga dalam memberikan pendidikan keagamaan dan literasi digital juga penting karena keluargalah institusi utama tempat proses sosialisasi seseorang terbentuk. Terakhir, peran pemerintah baik dalam memberikan edukasi, membuat regulasi maupun melakukan pengawasan yang proporsional di media sosial. “Agar generasi muda kita terlindungi dan punya daya tahan ideologis yang kokoh,” tegasnya.
Di lokasi yang sama Rektor Uhamka Prof. Dr. H. Gunawan Suryoputro, M. Hum, membeberkan konsistensi persyarikatan Muhammadiyah dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan terus berkontribusi melalui lembaga pendidikan.
Upaya ini dilakukan sebagai bentuk nyata mengimplementasikan cita-cita proklamasi sebagaimana tertera dalam Pembukaan UUD NRI 1945.
"Kita punya 166 perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Kontribusi Muhammadiyah adalah mencetak guru-guru sebagai tenaga pendidik yang menyebar di pelosok tanah air," jelas Rektor Uhamka.