Ketua Umum Pimpinan Muhammadiyah Haedar Nashir
JATENG - Warga Muhammadiyah dipersilakan menggunakan hak pilih dalam Pemilihan Umum 2019 sesuai dengan hati nurani. Muhammadiyah tetap pada khitahnya dan tidak ada kecenderungan pada parpol dan capres/cawapres tertentu.
“Nah yang jelas pilihan politik terbuka itu, ya partai politik. Arena partai politik ya memang itu, biarkan saja,” kata Ketua Umum Pimpinan Muhammadiyah Haedar Nashir seusai menjadi pembicara kunci dalam kegiatan Bedah Buku Kuliah Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (3/11).
Menurut Haedar, Muhammadiyah akan memberikan edukasi kepada rakyat lewat pendidikan politik agar mereka melakukan pilihan-pilihan politik yang cerdas, bertanggung jawab, dan membawa kepada kemajuan bangsa.
Haedar juga meminta warga Muhammadiyah bersikap arif menghadapi perbedaan pilihan politik dalam Pemilu 2019. Baginya, perbedaan pilihan politik juga menjadi hak warga Muhammadiyah, tapi jangan saling menyalahkan, menghujat, dan menyudutkan pihak yang berbeda.
Berbeda dengan Muhammadiyah yang menyatakan netral, Irfan Yusuf Hasyim atau Gus Irfan yang juga cucu pendiri Nahdlatul Ulama resmi bergabung ke kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
“Saya kira tak akan memberi pengaruh besar atau signifi kan (terhadap suara NU),” kata Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Abdul Kadir Karding. Ia mengatakan secara umum keturunan Kiai Hasyim Asy’ari lebih banyak di pihak Jokowi, misalnya Yenny Wahid, Irfan Asyari Sudirman atau Gus Ipang, Ketua Umum PPP Romahurmuziy, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
“Itu semua bagian dari keluarga besar NU, yang memiliki pengaruh- pengaruh yang kuat dan teruji di masyarakat.” Karding meyakini nahdiyin akan mempertimbangkan pula sisi ketokohan dalam memilih pemimpin mereka. Lagi pula, kata Karding, NU secara institusional juga mendorong Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf Amin sebagai cawapres Jokowi.
(Ins/Ant/inf)