Ahok - Djarot
INFILTRASI - Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok disebut-sebut bakal bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ahok akan masuk ke partai berlambang banteng moncong putih itu selepas bebas dari penjara.
Terpidana penista agama itu dihukum 2 tahun penjara. Ahok mendekam di balik jeruji besi sejak Mei 2017. Dia diprediksi bisa bebas murni pada akhir Januari 2019, jika kembali mendapat remisi pada Hari Raya Natal, 25 Desember 2018.
Rencana Ahok berlabuh ke partai besutan Megawati Soekarnoputri itu pertama kali disampaikan Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat. Menurut Djarot, Ahok bakal bergabung ke PDIP bila kembali terjun ke dunia politik.
"Dia [Ahok] bilang, 'kalau nanti saya masuk politik, saya akan pasti masuk PDI Perjuangan'," kata Djarot, Senin (27/11).
Wacana bakal bergabungnya Ahok dengan PDIP langsung mendapat tanggapan sejumlah politisi, baik dari PDIP maupun lawan politiknya. PDIP membuka pintu bagi Ahok, maupun pihak-pihak lain yang ingin bergabung.
Pengamat politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar tak kaget dengan rencana Ahok bakal gabung ke PDIP seperti yang disampaikan Djarot, mantan wakil gubernur DKI Jakarta. Idil menilai Ahok dengan PDIP telah memiliki hubungan emosional sejak Pilgub DKI 2012.
Saat itu, PDIP bersama Gerindra mengusung pasangan Joko Widodo-Ahok. Pasangan Jokowi-Ahok pun mampu unggul dari petahana. Kemudian pada Pilgub DKI 2017, Ahok kembali diusung PDIP. Kala itu Ahok maju sebagai calon gubernur bersama Djarot.
"Tidak mengejutkan kalau Ahok memutuskan gabung ke PDIP, karena Pilkada kemarin juga dia diusung PDIP. Dia masuk ke PDIP tentu ada ikatan emosional," kata Idil kepada wartawan, Rabu (28/11).
Jauh sebelumnya, Ahok telah malang melintang di sejumlah partai politik. Dia pernah berkarier Partai Perhimpunan Indonesia Baru, sebagai ketua cabang Kabupaten Belitung Timur. Ahok pun berhasil duduk di Anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur 2004-2009.
Belum selesai masa tugasnya, Ahok maju sebagai calon bupati Belitung Timur pada 2005. Berpasangan dengan Khairul Effendi, Ahok menang. Baru setahun menjabat, Ahok mengundurkan diri untuk maju dalam Pilgub Bangka Belitung 2007.
Namun, Ahok kandas. Selang dua tahun kemudian, dia memutuskan maju sebagai calon legislatif anggota DPR 2009-2014. Lewat Partai Golkar, pria kelahiran 29 Juni 1966 itu berhasil duduk sebagai wakil rakyat di Senayan dari daerah pemilihan Bangka Belitung.
Dari Golkar, Ahok kemudian bergabung ke Partai Gerindra besutan Prabowo Subianto. Bergabungnya Ahok ke Gerindra tak terlepas dari kepentingan mengikuti Pilgub DKI bersama Jokowi yang berasal dari PDIP.
Namun, menjelang pelantikan Jokowi, yang terpilih sebagai Presiden 2014-2019, Ahok sempat 'cekcok' dengan Gerindra. Ahok tidak sepakat dengan usulan Gerindra yang ingin pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD, yang ramai pada medio September 2014.
Atas perbedaan pandangan itu, Ahok memutuskan keluar dari Gerindra. Dia sempat menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Politik Gerindra. Sejak saat itu, Ahok tak memiliki partai politik sampai bertarung kembali di Pilgub DKI 2017 lalu.
Dengan rekam jejak di beberapa partai politik dan kancah politik, mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga nasional, Ahok disebut Idil bakal memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi Jokowi di Pilpres 2019.
Apalagi, kata Idil, Ahok memiliki simpatisan baik yang tergabung dalam 'Teman Ahok' maupun masyarakat lainnya yang disebut sebagai 'Ahokers'. Menurut Idil, fakta ini yang menjadi posisi tawar Ahok bila nanti bergabung ke PDIP.
"Bagi (Jokowi-Ma'ruf) Ahokers itu cukup signifikan, artinya cukup memberikan pengaruh besar. Di mana patron-nya si Ahok, di mana dia berlabuh atau menentukan satu pilihan, kemungkinan besar Ahokers akan mengikuti," ujarnya.
Idil mengatakan Ahok bisa terlibat langsung dalam kontestasi Pilpres 2019. Bila benar bisa bebas murni pada akhir Januari 2019, ada waktu sekitar 3 bulan bagi Ahok untuk aktif mengampanyekan pasangan Jokowi-Ma'ruf, yang turut diusung PDIP.
Pisau Bermata Dua
Sementara itu, pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Ahmad Bakir Ihsan menilai PDIP tentu akan mempertimbangkan sejumlah hal sebelum memutuskan menerima Ahok, salah satunya soal kontestasi politik di Indonesia yang masih disesaki aspek identitas.
"Tentu itu juga bisa menjadi pertimbangan baik bagi PDIP maupun orang yang selama ini menempatkan Ahok sebagai sosok yang dengan segala kontroversi," ujar Bakir kepada awak media.
Saat akan maju sebagai calon gubernur DKI bersama Djarot, Ahok diserang dengan isu berbau SARA. Dia dituding menista agama Islam. Beberapa organisasi berbasis Islam, seperti FPI, FUI, HTI mengecam Ahok, sampai menggelar aksi berjilid mendesak Ahok dipenjara atas pernyataan soal Surat Al Maidah ayat 51.
Ahok pun dilaporkan ke polisi hingga akhirnya masuk jeruji besi. Ahok divonis 2 tahun penjara. Proses hukum kasus penistaan agama ini bergulir saat Ahok ikut dalam kontestasi Pilgub DKI 2017.
Kelompok yang mendesak Ahok dipenjara itu, juga menyerukan agar warga Ibu Kota tak memilih pemimpin non-muslim. Bahkan, muncul ancaman bila ada warga kedapatan memilih Ahok, mereka tak akan salati jenazahnya.
Rentetan fakta di atas, kata Bakir, sangat mungkin dimainkan oleh lawan politik Ahok maupun PDIP dalam proses Pilpres 2019 ini. Menurut Bakir, sangat terbuka lawan politik Ahok menyerang PDIP maupun Jokowi dengan isu identitas.
"Tentu lawan-lawan politik selalu mencari celah untuk meraup suara dengan berbagai cara, salah satunya mungkin mengingatkan kembali tentang Ahok," ujarnya.
Di sisi lain, Bakir menyatakan bahwa karier politik Ahok bisa saja kembali moncer saat nanti bergabung dengan PDIP. Bakir menyebut Ahok bisa menempatkan diri sebagai pribadi sebelum kasus itu mencuat.
Ahok, kata Bakir, juga memiliki prestasi selama memimpin Jakarta. Menurutnya, untuk saat ini Ahok bisa lebih berhati-hati dalam bertindak.
"Ahok mungkin bisa lebih berhati-hati dan menghindari aspek itu (politik identitas) dengan cara lebih memunculkan potensi dirinya sebagai seorang politisi," kata dia.
Selain itu, Bakir menyebut tak bisa dibantah bila Ahok memiliki simpatisan yang masif. Bakir merujuk pada Pilgub DKI Jakarta, di mana Ahok bersama Djarot mampun meraup 2.350.366 suara, meskipun kalah dari Anies-Sandi.
"Tentu nanti tinggal bagaimana kemudian, menempatkan Ahok secara pas dalam landscape politik nasional sekarang ini," kata dia.
Di sisi lain, Idil mengatakan serangan politik identitas ke PDIP maupun langsung kepada Jokowi saat Ahok terjun kembali ke kancah politik tak bisa terelakan. Menurut Idil, tak menutup kemungkinan lawan politik Jokowi akan menghubungkan kasus Ahok dengan proses Pilpres 2019.
"Bagi kubu sebelah pasti tentu akan menghubungkannya di mana kemudian Jokowi dianggap sebagai orang yang juga ikut menampung itu lah (penista agama) . Selalu dihubungkan Pak Jokowi pendukung Ahok," tuturnya.
(dal/gil/inf)