Ketua DPR RI Bambang Soesatyo
INFILTRASI - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mendorong semua institusi terkait menyikapi serius soal data rumah ibadah yang terpapar paham radikal dan temuan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tentang komunitas pegawai negeri sipil (PNS) yang menolak Pancasila.
Pria yang disapa Bamsoet itu berharap pemerintah segera merumuskan langkah-langkah strategis guna merespons dua kecenderungan tersebut.
"Sebagai sebuah kecenderungan, kedua masalah ini harus dikelola dengan penuh kebijaksanaan sebelum berkembang menjadi sebuah kekuatan yang mampu merongrong pemerintah atau mengancam keutuhan NKRI," ujar Bamsoet dalam keterangan tertulis, Senin (19/11/2018).
Bamsoet meminta pemerintah dan semua institusi terkait tidak meremehkan dua kecenderungan tersebut karena, jika hal itu dibiarkan, akan berkembang menjadi kekuatan yang mampu merongrong keutuhan NKRI.
Menurut Badan Intelijen Negara (BIN), lanjut Bamsoet, dari 100 masjid milik gabungan kementerian, lembaga, dan BUMN, 41 masjid sudah terpapar paham radikal.
Peinciannya, 11 masjid di kementerian, 11 masjid di lembaga, dan 21 masjid milik BUMN. Sebelumnya, informasi mengenai puluhan masjid yang terpapar paham radikal diungkapkan oleh para cendekiawan dan telah dilaporkan kepada Presiden.
Selain itu, hasil survei oleh Kemendagri menemukan, 19,4 persen PNS di Indonesia tidak setuju dengan ideologi Pancasila. Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Mayjen (Purn) Soedarmo pun mengingatkan, penolakan terhadap ideologi Pancasila ini telah menyebabkan penurunan ketahanan nasional.
Temuan tentang 19,4 persen PNS yang menolak ideologi Pancasila tersebut, menurut Bamsoet, merupakan hal yang paling mengejutkan. Ia menilai temuan ini menggambarkan bahwa masih ada kelemahan dalam proses rekrutmen PNS pada masa lalu. Ia berharap kelemahan dalam sistem rekrutmen PNS segera diperbaiki.
Karena itu, menurut Bamsoet, sebelum hal itu berakumulasi dan berevolusi menjadi sebuah kekuatan, pemerintah melalui semua institusi terkait hendaknya segera merespons dua persoalan ini dengan sangat serius. Ia menilai pemerintah kecolongan dengan adanya temuan tersebut.
"Karena dua persoalan ini tumbuh dan berkembang di lingkungan birokrasi negara, pemerintah bisa dikatakan sudah kecolongan," pungkasnya.
(detik/inf)