ilustrasi
INFILTRASI - Komite Nasional Keselamatan Transpotrasi (KNKT) menyimpulkan pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT610 tidak mengalami kerusakan atau bermasalah sebelum jatuh di perairan Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10) lalu.
Kepala Sub Komite Investigasi Keselamatan Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo mengatakan dugaan itu berdasarkan analisa atas parameter mesin yang direkam Flight Data Recorder (FDR) milik Lion Air PK-LQP.
"Kami bisa simpulkan bahwa mesin tidak menjadi kendala dalam penerbangan ini," ujar Nurcahyo dalam raker antara Komisi V DPR dengan Kemenhub, KNKT, Basarnas, Polri, dan BMKG di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/11).
Nurcahyo menuturkan parameter mesin bagian kanan dan kiri milik Lion Air PK-LQP hampir seluruhnya menunjukkan angka yang konsisten. Hal itu terlihat dari grafik dalam FDR yang diunduh KNKT.
Meski mesin tak bermasalah, Nurcahyo menyampaikan ada perbedaan penunjuk kecepatan antara pilot dan co-pilot sejak awal pesawat bergerak saat lepas landas di Bandara Soekarno-Hatta. Hal itu terlihat dari indikator angle of attack (AOA) sisi kiri dan kanan pesawat Lion Air PK-LQP yang berbeda sejak awal bergerak.
"Indikator yang kanan lebih tinggi daripada yang kiri. Kemudian pesawat mulai bergerak, kecepatan mulai naik, kemudian kecepatan berpisah. Jadi antara kiri dan kanan tidak sama," ujarnya.
Pada saat menjelang terbang, Nurcahyo menuturkan pesawat Lion Air PK-LQP juga mengalami stick shaker atau kemudi pada pilot bergetar. Hal ini merupakan indikasi bahwa pesawat akan mengalami kehilangan daya angkat.
"Kemudian pesawat tetap terus terbang, kemudian sempat turun sedikit, kemudian naik lagi dan kira-kira berada di ketinggian 5.000 ribu kaki," ujar Nurcahyo.
Saat kondisi pesawat di atas ketinggian 5.000 kaki, Nurcahyo menyampaikan Automatic Trim Down atau Manuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) secara otomatis menggerakkan hidung pesawat untuk turun. Ia berkata, MCAS merespons karena pesawat akan kehilangan daya angkat lantaran terjadi perbedaan pada AOA.
Namun, ia menuturkan pergerakan otomatis MCAS dilawan oleh pilot hingga 'akhir' penerbangan. Ia berkata pilot melakukan trim up saat pesawat trim down.
"Tercatat di akhir penerbangan Automatic Trimnya bertambah namun trim dari pilotnya durasinya semakin pendek. Akhirnya jumlah trimnya mengecil, jumlah beban di kemudi makin berat dan pesawat turun," ujarnya.
Kerusakan yang Sama Saat Denpasar-Jakarta
Dalam penerbangan Lion Air PK-LQP dari Bali menuju Jakarta malam sebelumnya, Nurcahyo menuturkan kondisi pesawat memiliki kendala yang sama dengan yang terjadi saat penerbangan dari Jakarta menuju Pangkalpinang.
Hal itu terlihat dari perbedaan AOA dan kecepatan pada sisi kiri dan kanan pesawat Lion Air PK-LQP. Ia juga menyebut penerbangan sebelumnya juga terjadi stick shaker menjelang lepas landas.
Namun kondisi MCAS pada penerbangan dari Bali-Jakarta tidak terjadi hingga mendarat di Bandara Soetta karena sempat dilawan oleh pilot.
"Jadi ada sesuatu yang dilakukan oleh pilotnya untuk menghentikan MCAS," ujar Nurcahyo.
Terkait dengan munculnya pergerakan MCAS itu, pihaknya menduga karena ada empat kesalahan atau kegagalan sistem yang terjadi dalam satu waktu. Namun pilot melakukan prosedur pertama dalam empat prosedur yang mesti dilakukan, yakni mematikan stabilizer trim guna menghentikan pergerakan MCAS.
"Dan pilot harus melakukan empat prosedur. Namun demikian pilot melakukan prosedur yang pertama, yaitu mematikan stabilizer trim sehingga MCAS tidak lagi bergerak," ujarnya.
(jps/osc/inf)