Warga Atambua Bertahan Hidup Jadi Buruh Pecah Batu
ATAMBUA - Sejumlah Kepala Keluarga (KK) yang bermukim di bantaran sungai Talau Kelurahan Fatubenao Kecamatan Kota Atambua berprofesi sebagai tukang pemecah batu.
Menekuni pekerjaan sebagai buruh di bantaran sungai oleh sejumlah KK warga di kota perbatasan Atambua, karena rendah pendidikan, serta tiada bekal ketrampilan, untuk bertahan hidup terpaksa memilih bekerja sebagai tukang pemecah batu.
Salah satu Kepala Keluarga Yonas Sefatu, bersama istrinya Regelinda Bela, saat ditemui awak media di bantaran sungai mengatakan, bekerja sebagai pemecah batu sudah digeluti sejak tahun 2001. Dari hasil pekerjaan mereka hanya memenuhi kebutuhan hidup setiap hari.
Batu pecah yang telah dikumpulkan untuk keperluan pekerjaan bangunan biasanya dipesan masyarakat ataupun bisa langsung memesan di lokasi. 1 Reit angkut Truk Rp.400.000.
" Kami kerja ini saja, dari tahun 2001 untuk makan. Sekarang, orang banyak to kerja pecah batu jadi susah ada pesanan mau beli, untung-untung sa. Oto baru muncul smua su lari pi jual. Rt 38 ini semua ya kerja ini. kadang 2 bulan begitu jual 1 reit, ya kami hemat mau bagaimana," Ungkap Yonas, Sabtu (19/5/2018).
Sementara, apabila memasuki musim penghujan, untuk memperoleh material bebatuan besar untuk dikeluarkan dari sungai, menunggu hingga banjir reda diangkut ke tepi, baru kemudian dipecah.
" Jadi kami tunggu saja kalau banjir turun tidak brani masuk ambil batu, apalagi hujan deras. Kita titih batu dikali kita takut banjir to,"ungkapnya.
Sebagai KK Miskin, sebenarnya hanya bisa berpasrah, karena tidak pernah terakomodir di tingkat Kelurahan Fatubenao, untuk mendapatkan bantuan Pemerintah
" Kami kerja ini saja, dari dulu hanya Raskin, tapi tidak lagi karna tidak ada nama. Bantuan PKH, BLT juga lain kami tidak pernah dapat," keluh Regelinda.
(Evie/in)