Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi
INDOPOST, JAKARTA - Dianggap menghalangi gelaran Sidang Paripurna Istimewa untuk Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi berpeluang dilaporkan ke Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta (BKD).
Namun, upaya itu bergantung pada respon Prasetyo atas surat yang dilayangkan Fraksi Partai Gerindra di DPRD DKI soal usulan rapat gabungan pimpinan dewan untuk mengagendakan Rapat Paripurna Istimewa penyampaian visi dan misi gubernur periode 2017-2022.
"Kita tunggu reaksi dari (Prasetyo terhadap) surat kita dulu. Kita habis bersurat ke Pak Pras, kalau memang beliau tidak ada reaksinya sampai 14 hari, ya, kita akan laporkan ke BKD," kata Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra Prabowo Soenirman, ketika dihubungi wartawan, Rabu (25/10).
Menurut dia, belum jelasnya kepastian gelaran Sidang Paripurna Istimewa bukanlah kehendak DPRD DKI secara institusi. Hal itu lebih karena keinginan sepihak dari Prasetyo. Padahal, Ketua harusnya mempertimbangkan pendapat empat Wakil Ketua DPRD dan juga suara Anggota DPRD lainnya.
"Ketua harusnya berkonsultasi dengan kita," ujar Prabowo.
Terlebih, seperlima anggota dewan sudah menyetujui Sidang Paripurna Istimewa itu. Hal itu dibuktikan dengan adanya surat dari dua fraksi, yakni F-Gerindra dan F-Demokrat, ke pimpinan mengenai gelaran Sidang Istimewa itu.
"Demokrat dan Gerindra saja sudah memberi surat, berarti sudah 25 orang (anggota dewan). Artinya sudah seperlima anggota dewan yang melaporkan," ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi A DPRD DKI Syarif, yang juga berasal dari fraksi Gerindra, menyebut bahwa rencana pelaporan terhadap Prasetyo sebagai hal yang wajar. Baginya, setiap anggota dewan memiliki aspirasi dan hak menyampaikan pendapat.
Meski begitu, Gerindra belum secara resmi membicarakan rencana pelaporan itu. Syarif sendiri masih optimistis bahwa Prasetyo akan berubah pikiran. Terlebih, pihaknya telah melakukan lobi-lobi dengan Prasetyo melalui pertemuan internal.
Pihaknya mengaku masih memegang teguh Surat Edaran Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri nomor SE.162/3484/OTDA yang diterbitkan 10 Mei 2017 yang memerintahkan agar Rapat Paripurna Istimewa setelah pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta wajib digelar maksimal 14 hari setelah keduanya dilantik.
"Saya pribadi pernah mencoba mau ketemu (Prasetyo), tetapi waktunya ngga pas. Saya ingin memberi pengertian, bahwa imbauan sudah sepatutnya dilaksanakan," tandas Syarif.
Hingga berita ini diturunkan, awak media masih berusaha mendapatkan konfrimasi dari Prasetyo tentang rencana pelaporan terhadap dirinya ke BKD itu.
Namun demikian, saat ditemui beberapa waktu lalu ia mengaku tak menjadwalkan pelaksanaan rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk membahas Paripurna Istimewa. Lagi pula, kata dia, ada banyak jalan bagi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk bertemu anggota dewan tanpa harus melalui rapat Sidang Paripurna Istimewa.
“Enggak Ada Bamus. Kan nanti ketemu saya, di asosiasi dewan ketemu. Ada rapat kerja dengan dewan se-Indonesia,” kata dia, di kompleks DPRD DKI, Jakarta, Senin (23/10).
Ketidaksetujuannya terhadap pelaksanaan Paripurna Istimewa itu bukan berarti ingin menjegal langkah Anies dan Sandiaga. Lagi pula kata Pras, sapaan akrabnya, Anies dan Sandi adalah gubernur dan wakil gubernur pilihan rakyat Jakarta.
“Enggak mungkin saya nutup jalan orang ini (Anies dan Sandiaga). Ini Gubernur pilihan rakyat kok,” tepisnya.
Terkait surat yang dikirimkan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, Pras tidak menghiraukan itu. “Itu kan sifatnya imbauan saja, kita kan ada tatibnya,” kata dia.
(arh/indo)