ilustrasi
Jika Densus Antikorupsi terbentuk, DPR tentunya paling bersuka-cita. Lewat lembaga itu secara pelan tapi pasti, KPK bisa diperlemah. Perannya diperkecil sebagai koordinasi dan supervisi. Tapi ternyata Presiden Jokowi minta pembentukan lembaga itu ditunda. Ini sama saja nasib Densus Antikorupsi layu sebelum berkembang.
Sudah lama sebetulnya DPR menginginkan dibentuknya Densus Antikorupsi. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah selalu menyuarakan itu. Setidaknya pada pertengahan Juli 2016, dia sudah mendesak Kapolri Tito Karnavian untuk segera dibentuknya lembaga tersebut. Pada 12 Oktober 2017 sudah ada hasilnya, terbukti Kapolri sudah siap dengan “proposal” untuk diajukan kepada Presiden.
DPR periode sekarang ini memang beda. Pada priode sebelumnya, Ketua DPR Marzuki Alie justru menasihati Kapolri Sutarman untuk tidak usah bentuk Densus Antikorupsi. Yang sekarang, Setya Novanto selaku ketuanya justru membiarkan saja keinginan aneh-aneh anak buahnya itu. Soalnya, dia sendiri bermasalah dengan KPK. Jika lembaga Densus itu terbentuk, secara tak langsung akan menguntungkan dirinya. Sebab sebagaimana tekad anak buahnya di Komisi III, nantinya KPK cukup untuk koordinasi, supervisi sambil makan supermie.
Pegiat antikorupsi menolak pembentukan lembaga tersebut, termasuk juga Wapres Jusuf Kalla. Sebab jika Densus Antikorupsi sampai ke tingkat provinsi, pejabat daerah bisa ketakutan ambil kebijakan, takut jika terjebak kasus korupsi. Tapi apa kata Fahri Hamzah yang selalu anti KPK? “Cara penolakan Wapres itu menggunakan menajemen pasar kelontong.”
Wapres menolak boleh saja, tapi penentunya kan Presiden. Ternyata harapan DPR pun menjadi kuncup. Sebab dalam sidang kabinet beberapa hari lalu, Presiden Jokowi minta pembentukan Densus Antikorupsi ditunda dulu. Sebab perlu kajian yang lebih mendalam, dengan personal yang benar-benar berkualitas. Kata Presiden, “Jangan pula tumpang tindih dengan tugas KPK.”
Bagi rakyat sih, selama ini lebih percaya pada KPK. Berdasarkan survei ICW dan Polling Centre, tingkat kepercayaan rakyat pada KPK mencapai 63 persen. Karenanya, Densus Antikorupsi tak hanya ditunda tapi lupakan saja selamanya.
(slontrot/indo)