Presiden Filipina, Rodrigo Duterte
INDOPOST, MANILA - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte
menginstruksikan penempatan pasukan militer negara ini di kepulauan yang
menjadi sengketa dengan Cina. Keputusan tersebut akan memicu reaksi
dari Cina dan negara-negara kawasan.
Realitasnya, kedua negara bersengketa terkait kepulauan Spratly, tapi pola permainan yang diambil para aktor politik sedikit banyak bisa meredam konflik yang timbul dari masalah tersebut. Kunjungan Duterte setahun lalu ke Cina dan sambutan hangat para pejabat tinggi Beijing di permukaan berhasil meredam tensi konflik yang sempat memanas antara kedua negara.
Dalam kunjungan tersebut, Duterte menegaskan bahwa kebijakan pemerintah Filipina di bawah kepemimpinannya adalah mengurangi ketergantungan terhadap AS dan merapat kepada kekuatan regional seperti Cina. Tidak hanya itu, Duterte juga menekankan penguatan hubungan antara Filipina dengan federasi Rusia.
Pada kunjungan Durterte ke Bejing tahun lalu, pejabat tinggi Cina juga menyatakan kesiapannya untuk menjamin kebutuhan Manila di berbagai bidang. Lawatan Duterte ke Cina memperkuat hubungan antara Beijing dan Manila.
Tapi kemudian secara tiba-tiba presiden Filipina mengambil kebijakan yang bertolak belakangan dari keputusan sebelumnya. Tampaknya, kebijakan yang diambil para aktor politik tidak bisa diprediksi. Salah satu contohnya adalah Duterte yang menginstruksikan pengerahan pasukan di wilayah yang menjadi sengketa dengan Cina.Perubahan sikap yang diambil Duterte tidak bisa dilepaskan dari sepak terjang pihak Cina sendiri.
Meskipun Filipina adalah pemilik sebagian wilayah yang menjadi sengketa dengan Cina. Tapi perselisihan dengan Beijing tetap harus diselesaikan dengan jalan damai. Lalu, apakah keputusan Duterte kali ini sebagai tindakan serius ke arah aksi militer atau sekedar gertakan semata?
(ph/indo)