INDOPOST, JAKARTA - Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) menyesalkan Pemerintah Amerika Serikat yang akan mengeluarkan perintah lanjutan pada akhir pekan ini mengenai larangan bagi imigran dan pengungsi dari tujuh negara di kawasan Timur Tengah untuk masuk ke wilayah negara Amerika Serikat. Demikian hal ini disampaikan Ketua Umum PP GMKI, Sahat Martin Philip Sinurat melalui surat elektroniknya kepada The Indonesian Post, Jumat, (24/02/2017)
Kebijakan terbaru ini tetap akan dikeluarkan, padahal beberapa waktu yang lalu, Pengadilan Amerika Serikat sudah menangguhkan kebijakan Executive Order mengenai larangan tersebut. Tujuh negara yang disebutkan dalam EO tersebut adalah negara Iran, Irak, Suriah, Yaman, Libya, Sudan, Somalia, dan ditambah pengungsi dari seluruh dunia.
"Perintah eksekutif Trump mengenai imigrasi telah melanggar prinsip-prinsip dan hukum-hukum yang dihormati dan disepakati diantara negara-negara beradab secara internasional," tandas Martin.
Dia menegaskan, bahwa setidaknya tindakan diskriminatif tersebut telah mencederai norma yang kita junjung bersama. Sebab itu pihaknya mengeluarkan tiga butir pikiran nota keberatan GMKI, diantaranya sebagai berikut:
1. Executive Order telah nyata melanggar prinsip non diskriminasi dan non-refoulment dalam hukum internasional. Dalam menangani permasalahan pengungsi, Amerika seharusnya menjunjung dua prinsip tersebut mengingat Amerika telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan Konvensi Mengenai Status Pengungsi 1951 serta Protokol 1967 nya.
Tindakan Trump dalam hal ini yang mengatasnamakan semata-mata pencegahan terorisme sesungguhnya salah sasaran dan justru merusak upaya dunia menyelesaikan permasalahan terorisme secara global. Pemerintah Amerika seharusnya lebih giat bertindak mengatasi akar permasalahan pengungsi serta teror melalui upaya global pengentasan kemiskinan daripada melakukan solusi sepihak yang hanya menimbulkan permasalahan baru.
2. Perintah Eksekutif ini tidak lain adalah bentuk diskriminasi bagi para pekerja dan pencari kerja imigran yang ingin maupun telah memberi kontribusi positif bagi Amerika. Tindakan negatif ini bahkan diberikan hanya karena para imigran itu berasal dari negara tertentu saja. Diskriminasi ini adalah bertentangan dengan norma yang dijaga dalam Convention Concerning Discrimination in Respect of Employment and Occupation.
Terlepas sejauh ini Amerika bukan pihak yang meratifikasi Konvensi ini, Amerika harus mengingat bahwa standar dan perlindungan yang dianut dari Konvensi ini telah disepakati oleh lebih dari 100 negara sejak kelahiran Konvensi ini pada tahun 1958 hingga sekarang. Dan lebih utamanya lagi, sejatinya hak atas pekerjaan adalah merupakan bagian penting dari hak asasi seorang manusia sehingga setiap orang seharusnya dapat mengejar penghidupan yang lebih baik menurutnya dan bebas dari tindakan diskriminatif.
3. Dunia berada dalam tantangan besar untuk memelihara perdamaian dan solidaritas bersama di antara perbedaan-perbedaan ekstrem yang ada diantara masyarakat. Kehadiran perintah eksekutif ini menimbulkan kekhawatiran bahwa upaya pemeliharaan perdamaian dan keinginan kita semua untuk merasa aman dari bahaya teror semakin terganggu ke depannya.
Dengan adanya penekanan khusus terhadap negara-negara tertentu dalam perintah ini sangatlah berpotensi menimbulkan sentimen negatif di tengah masyarakat yang bisa memantik potensi konflik sosial di tengah-tengah masyarakat global.
Kendati Pemerintahan Trump di berbagai media telah menjelaskan berulang-ulang Kebijakan EO bertujuan melindungi Negara Amerika Serikat dari ancaman terorisme. Namun Martin menilai dampak dari EO dikhawatirkan malah memicu kembali meningkatnya konflik antar umat beragama.
"Hal ini tidak sesuai dengan semangat perdamaian dunia yang saat ini sedang dalam tahap rekonsiliasi bersama. GMKI menilai kebijakan ini akan menghasilkan multiplier effect yang membahayakan kehidupan sosial masyarakat di dunia. Upaya pewujudan perdamaian dunia akan semakin sulit akibat EO yang dilakukan Pemerintah Amerika Serikat, termasuk juga upaya penyelesaian masalah pengungsi dari Timur Tengah," tegas Martin.
Oleh karena itu, kata Martin, Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia menyatakan bahwa:
1. Terorisme merupakan musuh bersama masyarakat dunia, kebijakan seperti yang diterbitkan oleh Presiden Donald Trump bukanlah solusi atas persoalan terorisme. Perlawanan terhadap terorisme menjadi prioritas utama yang dilakukan setiap negara di seluruh dunia melalui kerja sama bilateral maupun multilateral pada bidang keamanan dan pertahanan.
2. GMKI menilai EO yang diterapkan oleh Presiden Trump merupakan sikap Negara Amerika Serikat yang diskriminatif dan eksklusif terhadap masyarakat dunia. Presiden Donald Trump telah melupakan jati diri budaya masyarakat Amerika Serikat yang selama ini terbuka, demokratis, toleran, dan inklusif seperti yang termaktub dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat.
3. Demi cita luhur menciptakan perdamaian dunia bagi kita semua, kami meminta agar Pemerintah Amerika Serikat mempertimbangkan kembali dan mencabut perintah lanjutan ini untuk kebaikan kita semua. Kami juga mengingatkan kembali sebagai sahabat agar Amerika kembali fokus kepada semangat awal pendiriannya sebagai bangsa yang sangat menjunjung tinggi demokrasi dan kebebasan dan melakukan upaya yang sejalan dengan semangat itu.
Demikian Nota Keberatan ini kami buat agar dijadikan perhatian khusus oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia. Terima kasih.
(mb/indo)