Ilustrasi kantor Kejaksaan Tinggi Maluku
INDOPOST, AMBON –– Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku dan Kejaksaan Negeri Ambon, hingga kini masih tetap melakukan penyidikan guna menuntaskan kasus dugaan jual beli lahan dengan nilai Jual Objek Pajak tanah seluas 4000 meter persegi.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ambon, Roberth Ilat mengatakan, pihaknya tidak perlu menunggu penyerahan berkas kasus tersebut kepada pihak Kejaksaan Tinggi Maluku. Padahal kasus tersebut, kini telah di ambil ahli oleh Pihak Kejati Maluku, pasca perkara tersebut dinaikan ke tahap penyidikan pada akhir Desember 2016 lalu.
Bagi Roberth sapaan Kejari, penyelidikan atas perkara yang berpotensi merugikan keuangan Negara itu dituntaskan secara bersama oleh Tim dari Kejati dan Kejari Ambon. Sehingga baginya tidak perlu lagi menyerahkan berkas baiknya di terbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru oleh Kejati Maluku.
“Kalau buat saya, tidak perlu adanya penyerahan berkas ke Kejati Maluku atas perkara tersebut. Kenapa karena kemudian dalam perkara itu, tim yang melakukan penyidikan adalah tim bersama antara Kejari Ambon dan tim dari Kejati. Baiknya Kejati Maluku terbitkan Sprindik baru saja,” kata dia kepada wartawan, kemarin.
Ilat juga mengingingkan, agar perkara yang sebelumnya di lakukan penyelidikan oleh tim Penyelidik dari Kejari Ambon ini, secepatnya di tuntaskan dan tidak ada istilah pilih kasih dalam penegakan hukum atas perkara tersebut.
“Perkara itukan (Lahan Balai Jalan), sudah di tingkatkan ke tahap penyidikan, sehingga baiknya perkara tersebut di tuntaskan secepatnya. Tidak ada kepentingan dalam perkara itu juga kok,”tegas dia.
Sebelumnya Kasi Penyidikan, Ledrik Takandengan mengatakan, proses pemeriksaan terhadap kasus tersebut, masuk ke tahap penyidikan dilakukan setelah, Pihak Kejari Ambon menyerahkan berkas perkara tersebut ke Kejati Maluku.
“Proses penyidikan dilakukannya pemeriksaan terhadap saksi-saksi akan berjalan setelah Pihak Kejari Ambon menyerahkan berkas perkara ke Kejati Maluku,” Jelas Ledrik.
Kendati demikian, Takaendengan belum bisa memastikan, siapa saja pihak yang dipanggil termasuk pejabat pada BPJN tersebut. Namun yang pastinya siapapun yang terlibat dan berkaitan dengan proyek ini akan diperiksa.
Bahkan saat disinggung soal hasil penyidikan yang dikantongi, dirinya belum bersedia mengomentarinya lebih jauh, lantaran masih menjadi rahasia penyidikan. “Nanti dilihat saja, karena masih dalam rahasia penyidikan,” katanya.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Maluku, Samy Sapulette mengatakan, hingga kini pihak Kejari Ambon belum menyerahkan berkas perkara kasus tersebut kepada pihaknya. Sehingga Sapulette belum dapat memastikan siapa saja yang bakal diperiksa tim penyidik tersebut.
“Belum tahu kapan dilakukan pemeriksaan atas kasus itu, karena sampai saat ini juga belum ada penyerahan perkara dari Kejari kepada kami. Kalau sudah ada pasti kami informasikan kepada rekan-rekan (wartawan red),”kata dia dikantor Kejati Maluku, kemarin.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus tanah dengan nilai Jual Objek Pajak tanah seluas 4000 meter persegi hanya Rp 300 ribu per meter. Ingin ambil untung dari transaksi ini, Hendro Lengkong dan beberapa oknum pejabat di Balai Jalan dan Jembatan Nasional Wilayah Maluku-Maluku Utara menaikan NJOP menjadi Rp600 ribu per meter. Keuntungan yang didapat Rp1,2 miliar.
Keuntungan bagi Hendro Cs kerugian bagi negara. Taksirannya juga mencapai Rp1,2 miliar jika dihitung perbedaan harga antara nilai NJOP dengan harga yang dimasukan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2015. Namun jaksa mencatat usulan anggaran pembelian tanah tersebut sebesar Rp3 miliar.
Jaksa mencium ada dugaan mark up dalam kasus ini. Awalnya diselidiki Kejaksaan Negeri Ambon, kini dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Maluku. Hendro adalah orang yang dituding paling bertanggungjawab dalam kasus mark up ini.
“Selain itu, ada pejabat di BPJN Maluku-Malut yang diduga terlibat. Namun sampai kemarin, jaksa belum mau membuka siapa orangnya.
“Lahan seluas 4000 meter persegi ada di Desa Tawiri. Tanah itu akan digunakan BPJN untuk kepentingan menampung alat-alat berat milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Lahan itu awalnya milik Atamimi Alkatiri.
(aha/indo)