# Group 1 User-agent: Googlebot Disallow: /nogooglebot/ # Group 2 User-agent: * Allow: / Sitemap: https://www.infiltrasi.com/sitemap.xml
Latest News
Monday, December 12, 2016

Kerahkan 1000 Pengacara Bantu Ahok, Otto Hasibuan: "Jangan Ada Intervensi"

Pengacara Peradi Otto Hasibuan



INDOPOST, JAKARTA - Proses hukum dugaan penistaan agama oleh petahana gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok berlangsung super cepat, mulai dari proses penyelidikan hingga P21 tidak lazim, sehingga masyarakat harus mengawal kasus ini.

Meski tidak ada yang salah, percepatan proses hukum kasus ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Ini tidak biasanya. Namun bagaimanapun, memang tidak bisa dihindari, nuansa politis dalam kasus Ahok ini sangat kental sekali. Apalagi ini mencuat disela-sela masa kampanye Pilkada DKI Jakarta.
Dari pengamatan beberapa praktisi hukum yang berhasil dihimpun, berdasarkan kaidah hukum normal, percepatan penuntasan kasus ini oleh polisi dan jaksa dengan membawa ke pengadilan tidak pernah terjadi sebelumnya. Menariknya, tetap tidak ada kaidah hukum yang dilanggar.
Setelah Kejaksaan Agung memutuskan dan menyatakan bahwa perkara tersangka Ahok telah P21, maka secara administratif penanganan perkara oleh jajaran Pidana Umum Kejaksaan menyatakan berkas perkara hasil penyidikan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah memenuhi syarat untuk dibawa ke pengadilan secara formal dan material.

"Masyarakat wajib mengawal kasus Ahok ini," demikian antara lain disampaikan oleh pengacara senior Otto Hasibuan. "Ini penting agar prosesnya on the track," tegas pengacara dari Jessica Kumala Wongso itu.

Masyarakat kini menunggu kasus dugaan penistaan agama (islam) oleh Ahok itu mulai disidangkan di peradilan umum. Apakah akan ada intervensi politik dalam kasus ini, nanti bisa dilihat dalam putusan hakim yang sebenarnya.

Dalam pertimbangan Otto Hasibuan, percepatan proses hukum Ahok, mulai dari tahapan penyidikan yang cepat hingga P21 yang super cepat, bisa jadi dimungkinkan karena adaya situasi yang kurang kondusif dalam masyarakat. Artinya, sebagai warga negara bisa memakluminya. Tetapi, tetap pertimbangan hukum mesti dikedepankan.

Kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok memang harus diakui telah begitu membetot perhatian, kepedulian dan sekaligus kekecewaan dari umat islam. Meski ada kekhawatiran dari sebagian pihak jika kasus tersebut telah dicoba dipolitisasi atau dibawa ke ranah politik, termasuk memicu indikasi adanya upaya makar terhadap pemerintahan yang sah, akan tetapi apa nuansa kekecewaan umat islam agaknya tak sampai kesana.

Apa yang dilakukan umat islam berkaitan dengan kekecewaannya terhadap apa yang disampaikan oleh Ahok tampaknya hanya sebatas sebagai tekanan agar pemerintah lebih serius menangani kasus dugaan penistaan agama oleh mantan bupati Belitung Timur itu.

Harus diakui bahwa kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok ini telah berdampak luas, sehingga berpotensi menimbulkan perpecahan di masyarakat, yang mau tak mau membuat pemerintah juga lebih responsif.

Beberapa kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar yang dilakukan dalam satu bulan terakhir ini diakui atau tidak tetap bersinggungan dengan kasus Ahok. Demo dari elemen umat islam pada 4 November (411) bisa disebutkan dalam urutan pertama.

Setelah itu, ada sejumlah kegiatan lain baik yang dilakukan oleh pemerintah melalui TNI/Polri, hingga unsur masyarakat dan terakhir oleh elemen partai pendukung pemerintah melalui Parade Bhineka Tunggal Ika atau disebut juga "Aksi Kita Indonesia" itu.

Acara Parade Bhineka Tunggal Ika bahkan sudah dilakukan lebih dari satu kali. Menariknya, kegiatan terbaru dari Parade Bhineka Tunggal Ika atau "Aksi Kita Indonesia" itu dilakukan pada Minggu (4/12/2016), yang berarti hanya selang dua hari setelah Aksi Bela Islam jilid-2 melalui unjuk-kekuatan umat islam pada Jumat, 2 Desember 2016, yang juga dikenal sebagai aksi 212 itu.
Aksi 212 adalah kelanjutan dari aksi 411, karena sama-sama dimaksudkan sebagai upaya tekanan pada pemerintah.

Aksi 212 yang melibatkan lebih dari tiga juta umat islam dari berbagai daerah itu di satu sisi akan tercatat dalam lembaran sejarah Indonesia sebagai aksi solidaritas elemen islam terbesar di dunia.
Dunia juga mengakui fenomenalnya aksi 212 ini karena benar-benar berlangsung dengan baik, lancar, aman. Pemerintah senang karena aksi 212 sungguh-sungguh mewujudkan kedamaian, selaras dengan keinginan Presiden Joko Widodo yang sejak semula mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh umat islam pada 212 itu adalah doa bersama dan mencerminkan kedamaian yang super.

Direncanakan atau pun spontan, kesediaan Presiden Jokowi untuk membaur bersama peserta aksi 212 dan turut shalat Jumat berjamaan sungguh sangat berarti. Apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi sekaligus mencerminkan kebesaran jiwa dan kedekatannya dengan masyarakatnya.
Apalagi, terkait dengan kasus Ahok, adalah Jokowi pula yang berulangkali menegaskan bahwa masyarakat harus mengawal kasus tersebut, termasuk jika sudah masuk di pengadilan.

Dari kesimpulan atas pernyataan beberapa praktisi hukum, yang paling utama dari kasus Ahok ini adalah memastikan proses persidangan berjalan merdeka tanpa intervensi. Demikian juga saat majelis hakim membacakan putusannya, harus dijaga agar putusan itu mencerminkan rasa keadilan.

Hukum harus ditegakkan sebaik-baiknya dalam kasus Ahok ini agar jangan sampai proses pengadilan salah dalam mengadili perkara. Untuk itu, tidak boleh ada intervensi dari siapapun.
"Putusan hakim harus seadil-adilnya, mencerminkan wakil Tuhan dibumi," papar Otto Hasibuan, yang tetap optimistis bahwa lembaga peradilan di Indonesia masih menjadi rumah yang aman bagi para pencari keadilan, meskipun dalam beberapa kasus, pengadilan justru menjadi palu godam bagi pencari keadilan.

"Soal percaya atau tidak percaya dengan dunia hukum di Indonesia, mau tidak mau harus dihadapi. Kita tidak menutup mata, ada peradilan yang baik, ada yang tidak baik, ada hakim yang baik, ada pula yang tidak baik. Demikian juga dengan pengacara, ada yang baik dan ada pula yang tidak baik," jelasnya.
"Ada jaksa, hakim dan pengacara yang korupsi, ada juga yang tidak," tuturnya.
Ketika ditanya, apakah kasus Ahok ini sudah memenuhi unsur penistaan agama, Otto Hasibuan mengatakan bahwa tudingan penistaan ini tidak hanya bisa dinilai dari kata per kata. Tetapi harus dilihat secara utuh konteksnya.

Kendati demikian Otto mengakui bahwa karena kasus ini sudah masuk materi perkara, maka ia sulit memberikan pendapat dalam kasus ini. Apalagi sudah ada bukti, saksi fakta dan saksi ahli.
"Kebetulan saya tidak punya bukti materi dan tidak mempelajari langsung bukti-bukti tersebut. Apakah memenuhi unsur penistaan atau tidak, hanya majelis hakim di pengadilan yang akan menilai," ia menegaskan.

Kasus Ahok kini sudah diambang berproses di pengadilan. Ada bantuan pendampingan 1000 pengacara Peradi untuk Ahok. Peradi adalah organisasi pengacara yang dipimpin oleh Otto Hasibuan ini. Walau demikian, kata Otto, tim advokasi Peradi tersebut tidak secara khusus disiapkan untuk menangani kasus Ahok.
"Tim ini disiapkan untuk membantu seluruh anak bangsa yang mengilkuti kontestasi pilkada untuk melakukan pendampingan hukum agar para calon kepala daerah tidak menjadi korban kriminalisasi," jelas Otto.

Karena itulah, dalam rangka menegakan supremasi hukum, pihak yang tergabung dalam asosiasi ini siap melakukan pendampingan hukum. Agar jangan sampai dikriminalisasi dalam kasus-kasus tertentu hanya karena untuk menjegal seseorang menjadi kepala daerah.


(prj/indo)
  • Facebook Comments
Item Reviewed: Kerahkan 1000 Pengacara Bantu Ahok, Otto Hasibuan: "Jangan Ada Intervensi" Rating: 5 Reviewed By: Infiltrasi