ilustrasi
INDOPOST, INDRAMAYU – Kelangkaan gas elpiji 3 Kg atau gas
melon makin meluas di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Dampaknya membuat
beban pengeluaran masyarakat (miskin) di Indramayu makin bertambah
berat.
Setelah Kecamatan Karangampel dilanda kelangkaan gas elpiji kini juga terjadi di Kecamatan Terisi, Gabuswetan dan Kroya. Kelangkaan gas di daerah selatan Indramayu itu tidak bisa teratasi, walaupun terjadi sejak beberapa hari lalu.
“Kami terpaksa balik lagi ke kayu bakar,” kata Onah, 49 penduduk Desa Plosokerep, Kecamatan Terisi yang mengaku sudah empat hari berburu gas melon tetapi hasilnya nihil. Padahal ia sudah menyuruh suaminya bergerak ke sana ke mari mencari penjual gas melon. Namun hasil yang di dapat tidak pernah sesuai harapan.
Kalau gas melon itu tersedia di pengecer, katanya dipastikan jadi rebutan warga sekitar. Pengecer mengesampingkan pembeli gas melon dari luar desa. Disamping harga gas melon itu tidak masuk akal karena di atas Harga Eceran tertinggi (HET).
Sebagaimana dimaklumi, HET gas melon 3 Kg di Indramayu itu sebagaimana ditetapkan pemerintah harganya Rp15 ribu per tabung. Namun kenyataannya, harga gas melon itu sudah di atas HET, mendekati Rp30 ribu. “Kemarin saya beli gas melon harganya Rp25 ribu. Ada juga tetangga beli gas elpiji harganya Rp28 ribu per tabung. Membelinya juga harus antre,” kata warga.
Penduduk miskin lain di Desa Kedokan Gabus, Kecamatan Gabuswetan juga dibuat pusing. “Pagi gas melon itu datang, selang beberapa menit menghilang,” ujar Warta, 43.
Melambungnya harga gas elipiji juga terjadi di Kecamatan Kroya. Mengingat kelangkaan gas elpiji di Kecamatan Kroya itu sudah berlangsung cukup lama, penduduk yang tinggal di tepi kawasan hutan itu terpaksa menganggurkan kompor gas pemberian pemerintah. “Percuma ada kompor kalau gasnya tidak ada,” katanya.
Untuk keperluan memasak, warga di Desa Sukaslamet Kecamatan Kroya ini terpaksa menggunakan kayu bakar. “Kebetulan kita tinggal di tepi kawasan hutan, jadi masih bisa mencari sedikit kayu bakar untuk keperluan memasak,” kata Emon, 52.
Warga bertanya-tanya kelangkaan gas elpiji 3 kg khususnya di Indramayu itu kedengarannya agak aneh. Hal itu kata Anto, 43 mengingat Indramayu memiliki dua kilang, yakni; kilang RU-VI Balongan, memproduksi aneka jenis BBM termasuk gas dan ada juga kilang BMU di Kecamatan Patrol yang khusus memproduksi elipiji. Tetapi disayangkan distribusi elipiji di masyarakat kacau balau. Terbukti kelangkaan elpiji 3 kg makin meluas. Itu merupakan sinyal pertamina tidak mampu melayani kebutuhan masyarakat (miskin).
(taryani/indo)
Setelah Kecamatan Karangampel dilanda kelangkaan gas elpiji kini juga terjadi di Kecamatan Terisi, Gabuswetan dan Kroya. Kelangkaan gas di daerah selatan Indramayu itu tidak bisa teratasi, walaupun terjadi sejak beberapa hari lalu.
“Kami terpaksa balik lagi ke kayu bakar,” kata Onah, 49 penduduk Desa Plosokerep, Kecamatan Terisi yang mengaku sudah empat hari berburu gas melon tetapi hasilnya nihil. Padahal ia sudah menyuruh suaminya bergerak ke sana ke mari mencari penjual gas melon. Namun hasil yang di dapat tidak pernah sesuai harapan.
Kalau gas melon itu tersedia di pengecer, katanya dipastikan jadi rebutan warga sekitar. Pengecer mengesampingkan pembeli gas melon dari luar desa. Disamping harga gas melon itu tidak masuk akal karena di atas Harga Eceran tertinggi (HET).
Sebagaimana dimaklumi, HET gas melon 3 Kg di Indramayu itu sebagaimana ditetapkan pemerintah harganya Rp15 ribu per tabung. Namun kenyataannya, harga gas melon itu sudah di atas HET, mendekati Rp30 ribu. “Kemarin saya beli gas melon harganya Rp25 ribu. Ada juga tetangga beli gas elpiji harganya Rp28 ribu per tabung. Membelinya juga harus antre,” kata warga.
Penduduk miskin lain di Desa Kedokan Gabus, Kecamatan Gabuswetan juga dibuat pusing. “Pagi gas melon itu datang, selang beberapa menit menghilang,” ujar Warta, 43.
Melambungnya harga gas elipiji juga terjadi di Kecamatan Kroya. Mengingat kelangkaan gas elpiji di Kecamatan Kroya itu sudah berlangsung cukup lama, penduduk yang tinggal di tepi kawasan hutan itu terpaksa menganggurkan kompor gas pemberian pemerintah. “Percuma ada kompor kalau gasnya tidak ada,” katanya.
Untuk keperluan memasak, warga di Desa Sukaslamet Kecamatan Kroya ini terpaksa menggunakan kayu bakar. “Kebetulan kita tinggal di tepi kawasan hutan, jadi masih bisa mencari sedikit kayu bakar untuk keperluan memasak,” kata Emon, 52.
Warga bertanya-tanya kelangkaan gas elpiji 3 kg khususnya di Indramayu itu kedengarannya agak aneh. Hal itu kata Anto, 43 mengingat Indramayu memiliki dua kilang, yakni; kilang RU-VI Balongan, memproduksi aneka jenis BBM termasuk gas dan ada juga kilang BMU di Kecamatan Patrol yang khusus memproduksi elipiji. Tetapi disayangkan distribusi elipiji di masyarakat kacau balau. Terbukti kelangkaan elpiji 3 kg makin meluas. Itu merupakan sinyal pertamina tidak mampu melayani kebutuhan masyarakat (miskin).
(taryani/indo)