Juru Bicara Aspirasi Indonesia, Dr. Ing Iryanto Djou SF, M.Eng. Sc
INDOPOST, JAKARTA - Kencangnya suhu pilkada DKI kali ini terasa sangat panas. Situasi ini membuat seluruh mata publik tanah air bahkan manca negara tertuju pada Jakarta. Padahal kali ini pemilihan kepala daerah dilakukan serentak diberbagai wilayah Indonesia. Namun pilkada DKI Jakarta sangat menyita perhatian karena adanya kasus penistaan yang dituduhkan kepada calon petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Mencuatnya kasus ini, negara seperti tersandera oleh desakan-desakan sekelompok orang melalui gelombang pengerahan massa 14 November 2016 yang mengarah pada indikasi makar. Indikasi ini membuat sekelompok massa dari kubu yang lain tergerak sebagai pembela pemerintah Jokowi-JK unjuk gigi seperti hendak adu kekuatan.
Melihat fenomena yang terjadi di negeri ini, Juru Bicara Aspirasi Indonesia, Dr. Ing Iryanto Djou SF, M.Eng. Sc merasa prihatin. Ia menilai pemerintah seolah-olah membiarkan dua kubu saling berlomba mengerahkan kekuatan massa. Menurutnya, ada sekelompok massa yang mendompleng agama, berkicau mengenai penistaan agama namun memiliki berbagai agenda politik lain.
Iryanto mengatakan, banyak analisis menyebut ada intensi makar dalam berbagai orasi maupun info atau rumor yang beredar di berbagai media. Lanjutnya, ada juga kelompok yang lain adalah kelompok yang menyuarakan pesan kebhinekaan, pesan NKRI serta pesan pesan pengingat bangsa akan realitas plural yang ada dalam negara ini. Namun banyak sekali pesan kebencian yang mencuat, tetapi pemerintah tak tegas ambil tindakan.
"Kesan sangat kuat, bahwa negara ragu, gagap dan tidak tegas menyikapi soal ini," ungkap mantan dosen Trisakti tersebut dalam pesan singkatnya, Rabu, (1/12/2016)
Dikatakannya, memang sudah sejak lama ada demo, aksi massa, orasi, spanduk yang menyuarakan isu-isu negara khilafah hingga seruan menolak demokrasi dan pancasila dan menegakan negara Khilafah di negeri ini.
"Sebenarnya itu sudah ada sejak massa pemerintahan presiden tukang pencitraan SBY, tetapi oleh rezim SBY dibiarkan begitu saja," ujarnya.
"Jika kita amati, kelompok-kelompok itu sekarang mendompleng melalui kekuatan massa yang menyuarakan penolakan atas Ahok dengan tuduhan penistaan. Semuanya menggunakan isu itu untuk kepentingan masing masing. Dan jelas sekali sudah ada indikasi makar," tegasnya kepada The Indonesian Post di Jakarta.
Lebih lanjut Iryanto mempertanyakan sikap pemerintah yang terus gagap dan membiarkan kelompok-kelompok ini pamer kekuatan.
"Pertanyaan saya, sampai kapan negara akan terus gagap dan membiarkan dua kelompok ini, adu pamer massa di jalan-jalan di Jakarta dan bahkan sudah merambat ke kota kota lain? Tanggal 411, 1911, 2511, 3011 dan akan disusul dengan 212 lalu 412 lalu kapan lagi ? Sampai kapan itu akan berlangsung ? Energy dan biaya yang dibuang untuk itu semua, apakah layak dikeluarkan hanya untuk toleran terhadap kelompok yang jelas jelas melakukan pemaksaan kehendaknya atas negara? Apakah negara akan membiarkan ini terjadi bahkan memfasilitasi kondisi ini hingga terjadi konflik terbuka dan jatuh korban di kalangan rakyat?" tanyanya.
Oleh karenanya, dirinya meminta agar pemerintah Jokowi beserta aparatur penegak hukum bersikap tegas. Presiden harus ambil tindakan. Tidak boleh hal ini terus berlanjut. "Jangan teruskan keadaan ini pak Presiden, pak Panglima dan pak Kapolri. Kondisi ini harus dihentikan ! Negara harus bertindak. Sudah saatnya tangkap semua aktor yang melakukan provokasi dan orasi dengan seruan kebencian, penghinaan atas negara dan atas sesama bangsanya," tegas eks aktivis Indonesia Berlin ini.
Kami atas nama Aspirasi Indonesia mendesak pemerintah segera membubarkan semua organisasi yang jelas-jelas menolak demokrasi, menolak pancasila, menolak NKRI. "Bubarkan saja organisasi-organisasi yang terus menerus menyebut ISIS adalah sahabat mereka, yang tegas tegas menyatakan cita-citanya untuk mendirikan negara Khilafah. Saatnya bertindak pak Presiden. Jika tidak, akan sangat terlambat," tutup Iryanto.
(mb/indo)