Hendrik Hali Atagoran, Ketua Divisi Hukum dan HAM Formadda NTT ketika Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI di Jakarta (dok. indopost)
INDOPOST, JAKARTA - Di tengah hiruk pikuk penuntasan kasus korupsi yang melibatkan oknum Kejati NTT, tersiar kabar bahwa Kepala Kejati NTT akan diganti. Proses pergantian Kepala Kejati memang merupakan kewenangan Kejagung.
"Kendati demikian, pergantian Kepala Kejati NTT tidak serta merta menghilangkan tanggung jawabnya terhadap sejumlah persoalan korupsi, khsusnya korupsi aset PT Sagared yang saat ini sedang berjalan dan melibatkan oknum kejaksaan. Karena itu kami mendesak Jaksa Agung agar non job-kan JW. Purba untuk menjalani proses hukum. Demikian tegas Hendrik Hali Atagoran, Ketua Divisi Hukum dan HAM Formadda NTT, dalam rilis media pada 10/10 di Jakarta.
"Karena melibatkan oknum Jaksa di lingkup Kejati NTT, maka JW. Purba sebagai Kepala Kejati NTT mestinya tidak boleh lari dari tanggung jawab. Sebaliknya JW Purba harus bertanggung jawab penuh atas proses hukum hukum korupsi aset PT Sagared", Lanjut Hali.
Menurut Formadda NTT, Minimal ada tiga alasan mengapa JW. Purba harus bertanggung jawab. Pertama, karena pada 05 Mei 2015 ada pertemuan di ruang Kepala Kejati NTT antara JW. Purba selaku Kepala Kepala Kejati, Jaksa Gasper Kase (Aspidsus), dan pengusaha besi tua Paulus Watang yang kemudian menjadi terdakwa dalam kasus tersebut. Itu berarti, baik JW. Purba maupun Gasper Kase diduga mengetahui persis rencana bahkan merestui jual beli aset PT. Sagaret.
Kedua, menindaklanjuti pertemuan tersebut, 06 Mei 2015 Kepala Kejati NTT mengeluarkan Surat Perintah Pengangngkutan dan Pengamanan barang/aset negara dari lokasi pabrik dan membawanya ke Kejaksaan Tinggi NTT. Surat perintah tersebut merupakan dasar hukum berpindahnya barang dari lokasi yang kemudian dijual oleh Oknum Jaksa kepada beberapa pengusaha.
Itu berarti, sebagai pimpinan, JW. Purba mestinya mengecek keberadaan barang-barang tersebut di gudang Kejati NTT. Kalau tidak ada, Kepala Kejati mestinya bertanya kepada Jaksa yang diberi perintah kemana barang-barang itu diangkut. Jika fungsi kontrol dan pengawasan ini dijalankan oleh JW. Purba, maka tindak pidana korupsi sesungguhnya bisa dicegah. Tetap mengapa tidak dilakukan JW. Purba?
Ketiga, sejak tahun 2011, barang/aset PT Sagared telah djual bebas oleh Kejati NTT. Jual beli barang/aset tersebut merupakan tindak lanjut dari Surat Perintah Pengamanan dan Pengangkutan yang dikeluarkan oleh Kepala Kejati NTT. Surat tersebut pasti terdokumentasi dengan baik di Kejati NTT dan diketahui oleh JW. Purba selaku pimpinan.
Nah, pertanyaannya adalah, apabila hendak membongkar korupsi jual beli aset PT Sagared, mengapa JW tidak mengecek dan mempertanyaan keberadaan barang/aset tersebut? Mengapa JW. Purba justru mengeluarkan lagi surat perintah yang diduga menjadi modus Kejati untuk menjarah dan menjual aset milik negara?
"Atas banyak dugaan dan pertanyaan di atas, kami minta agar JW Purba dipanggil untuk diperiksa. Tujuannya agar menjadi clear duduk soal keterlibatan Kepala Kejati NTT dalam kasus ini. Sebab, publik banyak bertanya mengapa aset milik negara bisa dijarah dan dijual bebas oleh oknum Jaksa Kejati NTT sementara pimpinannya tidak tahu", jelas Hali.
Selain itu, Formadda NTT juga mendesak agar kasus korupsi aset PT Sagared diambil alih Kejagung. Pasalnya, ada oknum JPU yang diduga kuat terlibat dalam kasus tersebut.
"Kami mendesak agar Kejagung ambil alih kasus ini. Karena diduga kuat, ada oknum JPU yang diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi tersebut. Jaksa Gasper Kase misalnya, hadir dalam berbagai pertemuan, baik di Hotel Aston maupun di ruang kepala Kejati NTT", tegas Hali.
"Bersama Jaksa Djemi Rotu Lede, dia diduga terlibat aktif membangun loby-loby termasuk membuat komitmen bersama dengan sejumlah pengusaha untuk jual beli aset. Gasper Kase hadir sebagai saksi dalam persidangan, tetapi dia juga hadir sebagai penyidik dan Penuntut dalam kasus yang sama. Posisi macam ini sangat tidak etis, ada conflic of interest.
Sementara itu, Petrus Selestinus, Kordinator TPDI mengatakan bahwa kasus jual beli aset PT Sagared menjadi ujian komitmen bagi kejaksaan untuk membongkar mafia jual beli aset negara yang melibat oknum di internal institusi.
"Kita berharap kasus ini menjadi pintu masuk untuk membongkar jual beli aset negara yang selama ini marak dilakukan oleh oknum kejaksaan. Banyak aset negara yg selama ini dirampok dan dijarah oleh pihak kejaksaan sendiri", kata Petrus.
"Kami menduga aset PT Sagared banyak yang hilang.Karena itu kami mendesak agar seluruh perusahaan di bawah Gramarindo Group, termasuk PT Sagared yang nilainya hampir ratusan miliar harus diaudit oleh Kejagung. Ini penting untuk membongkar mafia jual beli aset negara, tidak hanya di Kejati NTT, tetapi juga oknum Kejagung, tutup Petrus
(ctofm/indo)