Petrus Selestinus, Juru Bicara Aspirasi Indonesia
INDOPOST, JAKARTA - Hilangnya dokumentasi Tim Pencari Fakta (TPF) kematian Munir membuat heboh publik tanah air. Informasi terakhir dari Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Alex Lay mengatakan bahwa dokumen tersebut tidak ada dan tidak pernah terdaftar di lembaga negara itu karena tidak ada bukti tertulis terkait surat masuk. Namun menurutnya, sesuai konfirmasi dari mantan Menseneg sebelumnya bahwa Dokumen TPF Munir tersebut ada ditangan SBY.
Menanggapi kasus hilangnya dokumen tersebut, Juru Bicara Aspirasi Indonesia, Petrus Selestinus meminta Presiden Jokowi tidak boleh terjebak dengan usulan beberapa pihak agar mengganti dokumen hasil Investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) kematian Munir tetapi cukup meminta kepada pihak-pihak anggota TPF.
"Pak Jokowi tidak boleh terjebak dengan usulan tersebut sebab dokumen TPF tidak pernah diumumkan ke publik dan tidak tersimpan di Sesneg. Cukup dengan meminta file yang masih dimiliki oleh mantan anggota TPF yang masih menyimpannya sebagai file milik pribadi. Karena bagaimanapun nilai dan status hukum dokumen hasil Investigasi TPF kematian Munir sebagai dokumen negara dengan dokumen file pribadi milik mantan anggota TPF kematian Munir jelas berbeda, baik dalam konteks Adminsitrasi Negara maupun dalam konteks Penegakan Hukum," jelas Petrus.
Oleh karena itu Pencarian dokumen negara hasil investigasi TPF kematian Munir, harus dilakukan melalui sebuah mekanisme Penyelidikan dan Penyidikan oleh POLRI untuk mengetahui sebab-sebabnya mengapa dokumen negara yang sangat penting itu tidak pernah diumumkan ke publik oleh Presiden SBY dan mengapa tidak tersimpan di Sekneg sampai sekarang. Baca: Luncurkan Paket Reformasi Kebijakan Hukum, Presiden Joko Widodo Perintahkan Penuntasan Kasus Munir
SBY Harus Bertanggung Jawab
Menurut Petrus, sebagai dokumen negara hasil investigasi Tim Pencari Fakta yang dibentuk oleh negara, untuk mengungkap motif dan fakta-fakta tentang siapa-siapa yang diduga sebagai pelaku pembunuhan terhadap Munir, maka hasil investigasi TPF kematian Munir itu seharusnya langsung diumumkan oleh Presiden SBY kepada publik dan diserahkan kepada instansi Penegak Hukum untuk ditindaklanjuti dalam proses hukum lebih lanjut. Namun yang terjadi justru hasil investigasi TPF kematian Munir tidak pernah diumumkan kepada publik dan tidak tersimpan sebagai dokumen negara di di Sekneg. Maka itu, SBY sebagai kepala negara saat itu harus bertanggung jawab. "Apalagi dokumen tersebut sudah sampai ditangan dia. Ini tamparan keras untuk Susilo Bambag Yudhoyono karena melalaikan tugas kepresidenan pada saat itu, sekaligus menghina aktivis HAM Indonesia yang telah berjuang mengungkap kasus ini," ujar Petrus.
Padahal lanjutnya, dokumen hasil investigasi TPF tersebut akan mengungkap kebenaran tentang sebab-sebab kematian Munir dan siapa-siapa saja yang diduga sebagai pelaku dan aktor intelektualnya. Maka dokumen TPF itu harusnya berada dalam perlindungan dengan keamanan tingkat tinggi. Karena terkait dengan dugaan keterlibatan oknum Inteligen Negara dan lain-lain sebagai pelaku perencana dan pelaksana pembunuhan terhadap seorang tokoh aktivis HAM Indonesia yang mendapat sorotan dunia internasional.
Karena itu apabila dokumen hasil investigasi TPF kasus kematian Munir tidak dimumkan bahkan sampai hilang, maka penyelesaiannya tidak boleh hanya sekedar mengganti dengan file prihadi milik anggota TPF kasus kematian Munir, melainkan harus melalui mekanisme hukum yaitu Tindakan Kepolisian berupa Penyelidikan dan Penyidikan secara pro-justisia, untuk mengetahui secara pasti, siapa yang menghilangkan, apa motif-motifnya, apakah hilang atau dihilangkan untuk melindungi orang-orang tertentu yang diduga sebagai pelaku-pelaku atau turut serta sebagai pelaku dalam perencanaan dan pelaksanaan pembunuhan terhadap Munir. Dari berbagai pemberitaan media, diperoleh fakta-fakta bahwa hasil investigasi TPF kematian Munir telah diserahkan kepada Presiden SBY pada tahun 2005, SBY tidak pernah mengumkan ke publik hasil temuan TPF hingga akhir masa jabatan dua periode, Dokumen TPF kematian Munir tidak ditemukan di tempat penyimpan dokumen negara di Sekretariat Negara. Baca: Wah..!! Ternyata Dokumen Investigasi Kasus Munir Ada Ditangan SBY, Wajar Saja Hingga Kini Tak Kunjung Tuntas
Harus Ada Tindakan Kepolisian
Dari fakta-fakta diatas, maka POLRI perlu segera melakukan tindakan Kepolisian berupa Penyelidikan dan Penyidikan terhadap siapa saja yang diduga sebagai pelaku penggelapan dokumen negara. Apakah hilangnya dokumen TPF kematian Munir adalah bagian dari upaya untuk mencoba melindungi secara melawan hukum orang-orang yang diduga sebagai pelaku atau turut serta sebagai pelaku kejahatan pembunuhan terhadap Munir, yang belum diproses secara hukum hingga saat ini, semata-mata karena dokumen hasil investigasi TPF disembunyikan atau diduga dihilangkan dengan motif-motif tertentu.
Untuk sampai kepada menemukan siapa yang menyembunyikan atau sengaja menghilangkan dokumen TPF dimaksud dan apa motifnya, maka pilihannya adalah Tindakan Kepolisian berupa Penyelidikan dan Penyidikan secara pro-justisia. POLRI harus memanggil guna mendengarkan keterangan dari beberapa pihak antara lain mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Yusril Ihza Mahendra, Sudi Silalahi dan beberapa anggota TPF yang masih ada, guna menentukan apakah peristiwa yang terjadi berupa "tidak diumumkan hasil investigasi TPF ke publik" dan "hilangnya dokumen hasil Investigasi TPF kematian Munir" merupakan tindak pidana dan jika merupakan tindak pidana maka siapa pelaku-pelaku yang akan menjadi tersangkanya. Baca: Pertanyakan Konsensus Nasional Terkait Kisruh Ahok, Jubir Aspirasi Indonesia: Masih Perlukah Kita Bicara Loyalitas pada NKRI dan Pancasila ?
Jokowi Tidak Boleh Bersikap Lunak
Oleh karena itu Petrus meminta Presiden Jokowi dan Jaksa Agung RI tidak boleh bersikap lunak dan mau ambil gampangnya saja dengan meminta salinan hasil investigasi TPF kasus kematian Munir yang masih disimpan sebagai file pribadi milik mantan anggota TPF. Alasannya selain karena file itu sebagai milik pribadi sehingga nilainya bukan lagi sebagai dokumen negara. Juga hilangnya dokumen negara yang sangat penting menyangkut kasus pembunuhan seorang aktivis HAM yang diduga melibatkan oknum aparat Intelijen Negara harus ada yang bertanggung jawab.
"Ini sebagai sebuah peristiwa yang "sangat memalukan", sebuah peristiwa yang menunjukan bahwa ternyata kita pernah memiliki sebuah pemerintahan dengan tata kelola administrasi negara yang sangat buruk dengan seorang Kepala Negara yang tidak cukup cermat, tidak cukup teliti bahkan tidak memiliki itikad baik," tegas Petrus.
Dikatakannya, hasil persidangan Komisi Informasi Publik yang meminta Pemerintah mengumumkan dokumen temuan hasil investigasi TPF kasus kematian Munir, merupakan pembuktian yang sempurna bahwa ketika negara ini dipimpin oleh Presiden SBY, sebuah dokumen negara yang merupakan hak publik untuk mengetahui, telah ditutup-tutupi secara melawan hukum oleh seorang Presiden dan juga tidak menyerahkan untuk disimpan oleh Mesesneg dalam sebuah arsip untuk dokumen negara dengan klasifikasi sebagai dokumen negara yang sangat penting.
"Publik justru mempertanyakan apakah dengan tidak diumumkan hasil investigasi TPF kematian Munir oleh Presiden SBY ketika itu dan hilangnya atau tidak tersimpanya dokumen TPF kematian Munir di Sekneg, sebagai upaya untuk melindungi pelaku lain dalam kasus pembunuhan Munir," tanya Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia tersebut. Baca juga: Lagi! Fadli Zon Bikin Puisi Sindir Ahok
(mb/indo)