Oleh: Andreas Vincent Wenas
Dulu, sewaktu menulis Serat (kakawin) Nagarakretagama, Mpu Prapanca mesti cerdas dan sangat hati-hati. Banyak pesan-pesannya yang disampaikan secara tersirat. Kenapa? Ya lantaran Mpu Prapanca adalah seorang pujangga istana, ia ada di 'inner-circle' kekuasaan.
Serat Nagarakretagama ditulis sebagai pujasastra (sastra pujian), juga sekaligus berfungsi sebagai lembaran negara yang mencatat kegiatan dan peristiwa seputar istana raja. Mpu Prapanca berada di epicentrum kekuasaan kemaharajaan Majapahit yang digdaya itu.
Apakah di dalam konstelasi negara (kerajaan) Majapahit saat itu tak ada intrik politik? Tentu saja buaaanyaaakkk... oleh karena itu mesti bijaksana juga eling lan waspada terhadap kaum hipokrit, kaum oportunis, dan kaum penikam punggung. Banyak kepentingan yang berkelindan di seputaran istana.
Dan sebagai 'orang-dalam' istana, Mpu Prapanca alias Dharmadyaksa Kasogatan Dang Acarya Nadendra, bolehlah dibilang berhasil menjalankan tugas keempuannya.
Sekarang.
Mpu keuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia juga harus sangat hati-hati saat menulis Surat Utang Negara.
Mesti penuh perhitungan rasional dan tidak boleh keluar dari pakem negara, yaitu Undang-Undang No. 17/2013 tentang Keuangan Negara yang membatasi rasio utang maksimal 60% dari PDB (kita sekarang belum sampai 30%nya). Mpu Sri Mulyani selama ini selalu rasional dan prudent saat menulis Surat Utang Negara.
Baca saja ulasan Yustinus Prastowo (staff khusus Menkeu) yang merespon kritik Fuad Bawazier soal utang. Atau simak deh video penjelasan dari Bossman Mardigu yang juga viral di medsos. Judulnya 'Menyoal Utang: Adu Ilmu sama Bossman Mardigu', sangat menarik dan gampang dicerna.
Intinya, utang yang produktiflah yang diurus, bukan yang konsumtif. Utang produktif itu sudah banyak terkonversi jadi infrastruktur dimana-mana (jalan, pelabuhan laut/udara, pendidikan, kesehatan, bendungan, pertahanan, perbatasan, dll). Intinya, proyek infrastruktur yang sudah lama direncanakan ya direalisasikan, yang mangkrak-mangkrak ya dibereskan. Sederhana kok.
Apakah sudah tuntas? Ya belum semua, namanya juga berproses. Tapi kemajuannya toh terasa sekali.
Mpu keuangan yang satu ini boleh juga. Sama seperti dulu di seputaran istana Majapahit, berkeliaran juga kaum hipokrit, kaum oportunis, dan kaum penikam punggung. Banyaklah kepentingan yang berkelindan di seputaran istana.
Lawan dan kawan mesti dibedakan pakai ilmu kebatinan. Oleh kerenanya Mpu Sri harus selalu eling lan waspada terhadap antek-antek yang bersembunyi di balik baju dinas.
Di tengah prahara ini, ia bersama koleganya di bank sentral berhasil menjaga keseimbangan ekonomi lewat kebijakan fiskal dan moneter di negara kesatuan ini.
Maka Mpu Sri Mulyani, sejauh ini, bolehlah dibilang berhasil.
Masa Depan
Adalah soal Ibu Kota Negara yang baru. Ini sebetulnya wacana lama, sudah sejak jaman Bung Karno, direncanakan untuk pindah ke Kalimantan. Namun ya tidak pernah terealisasi, entah kenapa.
Soekarno lengser (lewat kudeta-bertahap?) digantikan Soeharto (32 tahun berkuasa) lalu lengser setelah krismon/krisis-moneter jadi kristal/krisis-total. Wapres B.J.Habibie naik (1,5 tahun berkuasa) lalu laporan pertanggungjawabannya ditolak MPR (mosi tidak percaya) ia pun berhenti.
Dipilihlah Gus Dur (9 bulan berkuasa) kemudian dilengserkan secara inkonstitusional lewat operasi 'semut-merah' yang diorkestrasi Fuad Bawazier (Golkar), Amien Rais (PAN), Arifin Panigoro (PDIP) dll. Maka naiklah Wapres Megawati (4 tahun berkuasa), digantikan lewat pemilu oleh SBY (10 tahun berkuasa).
Setengah abad wacana pemindahan IKN beku. Sampai saat Presiden Joko Widodo di sidang MPR-RI tahun 2019 lalu menyeruak 'minta ijin' kepada forum untuk memindahkan Ibu Kota Negara ke lokasi yang baru, di Kalimantan.
Sejak itu isu IKN Baru terus bergulir seperti bola salju. Dan seperti biasa, isu publik yang hot akan selalu jadi komoditas politik. Banyak spekulasi muncul, macam-macam. Soal pimpro-lah, soal duitlah, soal pemilik lahan-lah, campur-sari deh pokoknya.
Nama Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur pun jadi buah bibir nasional, bahkan mungkin internasional.
Lalu muncul Covid-19, bencana kesehatan nasional. Spektrum bencana ini global, lintas batas negara. Butuh penanganan amat sangat serius, dan tentu saja dana yang besar. Ini program darurat (emergency), tak ada dalam diskusi ABPN 2020.
Konsekuensinya, segala sumberdaya, oleh Presiden direalokasi demi penanganan bencana virus Corona ini. Memang layak dan sepantasnya begitu.
Sejauh ini, proyek IKN Baru ini masih di tahap survey, usulan desain, dsb. Masih pekerjaan lunak, belum ke tahap konstruksi. Bahkan di anggaran KemenPUPR 2020 juga belum ada pos proyek IKN Baru. Paling-paling mungkin biaya survei lapangan dan sejumlah keperluan dinas terkait proyek IKN Baru. Itu pun katanya juga sudah dipangkas.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam rapat bersama Komisi V DPR-RI bulan April lalu malah bilang, "Rasanya bapak ibu sendiri yang menyetujui anggaran PUPR 2020, tidak ada satu pun kegiatan IKN di 2020." Apalagi payung hukum (Undang-Undang)nya juga belum ada.
Jadi apa sih yang dipermasalahkan lagi soal IKN Baru?
Lalu ada Perpres No.60/2020 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo tanggal 13 April 2020 kemarin. Ini mengenai Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur.
Di situ ditegaskan bahwa DKI Jakarta masih berstatus sebagai ibu kota negara (IKN) maka pengaturan tata ruangnya pun harus memelihara kondisi fungsi Jakarta saat ini sebagai ibu kota negara dan pusat pemerintahan. Tata ruangnya mencakup wilayah sekitar Jakarta.
Lalu apakah Perpres ini berarti membatalkan rencana pemindahan ibu kota? Lha ya, Jaka Sembung bawa golok. Perpres soal tata ruang kawasan dengan soal pemindahan ibu kota negara adalah dua hal yang berbeda.
De-facto dan de-jure saat ini Jakarta adalah ibu kota negara. Sampai nanti UU mengenai IKN Baru telah tuntas diproses di parlemen. Maka sebagai ibu kota negara tata ruangnya diatur bersama wilayah sekitar.
Kita juga tahu, bahwa Perpres itu sifatnya ada di bawah Undang-Undang. Menurut Yayat Supriatna, dosen Teknik Planologi Universitas Trisakti, seperti dikutip Kompas.com, "Jika UU tentang pemindahan ibu kota yang sekarang tidak sempat dibahas karena ada Covid-19, kendala pembiayaan dan sebagainya, maka Perpres ini bersifat temporary sampai ditetapkannya UU ibu kota."
Jadi saat UU tentang pemindahan ibu kota rampung, maka Perpres tata ruang kawasan ini bisa direvisi, untuk menegaskan kembali kedudukan dan peran Jakarta. Apakah jadi pusat perdagangan dan jasa, atau jadi pusat kebugaran, atau apa lagilah nanti.
Sementara ini, memang diperlukan penegasan di dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur, bahwa Jakarta adalah pusat pemerintahan nasional. Juga pusat perekonomian dan jasa skala internasional, nasional, dan regional.
Kenapa perlu Perpres No.60/2020? Apa lagi yang perlu ditegaskan?
Perpres ini adalah payung hukum. Dan ditegaskan bahwa Jakarta mesti juga mendorong perkotaan sekitarnya yang berada dalam Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur untuk mendukung kegiatan perkotaan inti. Bagi-bagi tugaslah intinya.
Dalam Perpres itu dirinci fungsi DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan kawasan diplomatik, pusat perdagangan dan jasa skala internasional-nasional-regional, pusat pelayanan pendidikan tinggi, hingga pusat pelayanan olahraga skala internasional-nasional-regional.
Selain itu, disebut bahwa DKI Jakarta berperan sebagai pusat pelayanan kesehatan skala internasional-nasional-regional, pusat kegiatan industri kreatif, hingga pusat pelayanan transportasi laut dan udara internasional. DKI Jakarta juga berfungsi sebagai pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara.
Semua aspek itu harus didukung oleh kawasan sekitar. Kewajiban pemda Jakarta dan pemda daerah sekitar dalam konsep bagi-bagi tugas ini akan dijabarkan lagi kemudian.
Akhirnya.
Singkat cerita. Gara-gara prahara Covid-19, banyak program mesti dimodifkasi. Yang perlu ditunda ya ditunda, kondisinya memang menuntut untuk itu. Seni eksekusi program adalah disiplin sekaligus fleksibilitas. Tak ada masalah.
Mungkin yang jadi masalah adalah orang atau pihak yang memang selalu bikin masalah. Orang-orang bermasalah di hati: sakit hati dan iri hati. Jadi hipokrit, oportunis, dan tak segan menikam dari belakang.
Sebetulnya, situasinya tak perlulah dibikin tambah ruwet. Soal utang negara, adalah utang yang produktif, sangat rasional dan masih dalam pakem Undang-Undang. Soal IKN baru adalah proyek warisan Bung Karno yang bagus, banyak manfaatnya. Jadi ya lanjutkan saja.
Akhirnya, kita pun semakin sadar, bahwa dalam situasi krisislah kepemimpinan sejati akan menunjukan kualitas yang sesungguhnya. Ibarat proses peleburan logam mulia yang memisahkan unsur-unsur yang murni dengan kotoran-kotoran yang selama ini nempel melumuri.
Sejauh ini, kita melihat bahwa Mpu Jokowi bolehlah dibilang tahan banting. Hanya saja jangan salah sangka, Mpu yang satu ini kerap memainkan langkah kuda catur yang lompatannya maut. Tanpa disadari oleh lawan, malah topeng mereka sendiri yang akhirnya copot.
Seperti Mpu Prapanca, Mpu Sri Mulyani dan Mpu Jokowi juga sedang menulis kakawin atau syair-syair kebangsaannya ke dalam rekam jejak sejarah. Catatan tentang niat baik dan kecerdasan dalam menyikapi tantangan. Berbekal ilmu percaya-diri dan kesabaran tingkat tinggi.
Dimana nanti generasi mendatang bisa belajar untuk jadi pemimpin yang tidak baperan dan tidak reaktif. Karena mereka akhirnya melihat, justru niat baik, cerdas dan percaya diri serta kesabaranlah yang membuat lawan yang jahat jadi tidak sabaran, dungu, salah tingkah, dan akhirnya salah langkah.
Pepatah Jawa, "Diobong ora kobong, disiram ora teles." Maka prahara Covid-19 ini akan jadi "Dhuwur wekasane, endhek wiwitane" (Kesengsaraan yang membuahkan kemuliaan). Amin.
0 Reviews:
Post a Comment