Bendera Uni Eropa dan negara-negara anggotanya
PARIS - Penyebaran virus corona yang menjalar begitu cepat di negara-negara Eropa meningkatkan kekhawatiran tentang konsekuensi ekonomi dan politiknya yang serius bagi keutuhan Uni Eropa. Menyikapi masalah ini para pejabat Uni Eropa telah sepakat untuk mengalokasikan paket bantuan darurat € 500 miliar untuk menangani konsekuensi Covid-19.
Keputusan menteri keuangan dari 27 negara anggota Uni Eropa ini diambil di saat beberapa negara anggotanya, terutama Italia dan Spanyol sedang kewalahan menangani Covid-19. Selain kekurangan peralatan medis dan alat pelindung diri, virus Corona yang meluas juga telah mengganggu perekonomian mereka. Sebelum dilanda Covid-19, sejumlah negara ini dililit masalah ekonomi serius, terutama utang besar, pengangguran dan inflasi.
Tidak heran jika beberapa negara-negara Eropa menunggu bantuan dari sesama anggota Uni Eropa yang lebih kuat seperti Perancis dan Jerman. Masalahnya, negara-negara ini telah menutup perbatasan mereka dan tidak mengirim bantuan medis dan kesehatan, yang telah memperlebar kesenjangan di antara mereka. Dalam situasi demikian, Uni Eropa harus bertindak untuk menjaga keutuhan organisasi regional ini. Pasalnya, tidak hanya otoritas Italia dan Spanyol yang memperingatkan bahaya runtuhnya Uni Eropa, tetapi pejabat tinggi Prancis dan Jerman juga merasakannya.
Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan para pemimpin Eropa bahwa beberapa kesepakatan paling penting Uni Eropa, termasuk perjanjian Schengen berada dalam bahaya. Jika mereka tidak menunjukkan solidaritas yang diperlukan dalam menghadapi krisis ini, maka fondasi utama Uni Eropa, seperti zona perbatasan Schengen akan runtuh.
Masalah ekonomi menjadi fokus utama dari krisis ini. Meskipun para pejabat Eropa sudah mengalokasikan anggaran senilai €750 miliar untuk negara-negara anggota Uni Eropa sebagai bagian dari program pembelian darurat, tetapi perkiraan kerugian ekonomi jauh lebih besar, terutama di negara-negara seperti Italia dan Spanyol. Di sisi lain, negara-negara ini mengkhawatirkan diskriminasi dalam alokasi anggarannya.
Italia termasuk salah satu negara Eropa yang menghadapi krisis ekonomi selama bertahun-tahun. Selama ini bantuan Uni Eropa serta implementasi kebijakan penghematan yang dilakukan negara ini belum mampu memperbaiki kondisi perekonomian mereka sehingga memicu naiknya kubu sayap kanan yang menyerukan keluarnya Italia dari Uni Eropa.
kondisi penanganan Covid-19 di Italia
Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte telah memperingatkan bahwa proyek integrasi Eropa akan terancam bahaya, jika anggota Uni Eropa tidak bereaksi terhadap konsekuensi ekonomi dari Covid-19.
Dalam keadaan demikian, negara-negara seperti Italia menyerukan dukungan tanpa syarat dari Uni Eropa, pembebasan utang mereka, alokasi bantuan ekonomi serta dukungan politik dan sosial.
Para menteri keuangan negara anggota Uni Eropa saat ini telah menyetujui paket bantuan darurat senilai € 500 miliar untuk menangani konsekuensi dari virus corona. Pinjaman ini akan dialokasikan di saat kesenjangan antara negara-negara Eropa semakin melebar dari hari ke hari. Anggaran disetujui dengan dukungan dan desakan Jerman dan Prancis, meskipun ditentang oleh Belanda. Para pejabat Belanda sebelumnya menyerukan persyaratan dalam penerapan kebijakan penghematannya.
Meskipun terjadi perbedaan pandangan, anggaran ditetapkan untuk melindungi pekerja, pemerintah, dan bisnis. Bantuan ini dalam batas tertentu bisa membantu beberapa negara Uni Eropa yang bergantung terhadap ekonomi kecil dan menengah. Tetapi para ekonom menilai bantuan ini hanya obat pereda sakit yang hanya bertahan sementara saja. Sebab, dimensi utama dan kerugian ekonomi dan politik yang dialami negara-negara anggota Uni Eropa akan terlihat setelah krisis corona mereda. Tidak heran, jika Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mengeluarkan statemen menohok, "Eropa menunjukkan dirinya bisa mengatasi krisis, tapi muncul keraguan serius di dalamnya,".
0 Reviews:
Post a Comment