Harga Minyak Dunia Terjun Bebas
JAKARTA - Penyebaran virus korona (Covid-19) di hampir seluruh dunia tidak dimungkiri menjadi alarm bagi para pemerintahan sebagai pengelola negara untuk lebih berhati-hati mengeluarkan kebijakan.
Perhatian besar sudah pasti difokuskan di sektor kesehatan karena korona ini mengancam jiwa masyarakat.
Seiring dengan itu, untuk meminimalkan dampak korona terhadap ekonomi masyarakat, pemerintah telah menggelontorkan sejumlah stimulus agar daya beli warga bisa terjaga. Aneka bantuan sosial senilai Rp110 triliun disiapkan melalui program Jaring Pengaman Sosial meliputi program Keluarga Harapan, Kartu Prakerja, Bansos Khusus Warga DKI Jakarta agar tidak mudik, hingga perluasan program Sembako Gratis.
Sektor energi juga tidak luput dari stimulus ini. Sebut saja program Pembebasan Tagihan Listrik untuk golongan 450 VA dan Diskon Separuh Tagihan Bulanan untuk golongan 900 VA. Harapannya, tentu saja agar masyarakat yang terdampak Covid-19 bisa terbantu tanpa memikirkan pembayaran listrik selama tiga bulan ke depan sejak April 2020. Untuk program penggratisan listrik ini, Kementerian Keuangan mengalokasikan dana sekitar Rp3,5 triliun.
Stimulus ini bahkan berpeluang diperluas lagi dengan menyisir pelanggan listrik golongan 1.300 VA, terutama kelompok usaha kecil dan menengah yang sama-sama terdampak korona. Hanya saja, untuk golongan pelanggan ini masih belum diputuskan meski sudah dipertimbangkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Untuk membantu masyarakat terdampak, beberapa otoritas terkait juga telah mengeluarkan keringanan bagi mereka yang terdampak Covid-19. Sebut saja perbankan yang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta memberikan keringanan berupa penundaan cicilan selama tiga bulan dan maksimal setahun kepada nasabahnya. Ini karena pertimbangan banyak sektor yang aktivitas bisnisnya lesu bahkan tutup karena tidak ada transaksi.
Program ini pun langsung disambut oleh masyarakat. Tercatat ratusan ribu nasabah sudah mengajukan relaksasi cicilan. Bank BRI misalnya melaporkan telah merestrukturisasi 134.000 debitur usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), yang terdampak pandemi korona. Demikian pula BTN yang merupakan spesialisasi penyalur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) telah menyetujui 17.000 nasabah untuk direlaksasi.
Kembali ke sektor energi, setelah tagihan listrik yang mendapat bonus keringanan pembayaran, sebenarnya peluang menjaga daya beli masyarakat bisa juga dilakukan apabila pemerintah juga menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan nonsubsidi. Ini tentu saja dengan mempertimbangkan harga minyak mentah dunia yang cenderung turun sejak beberapa bulan lalu. Bahkan, sebulan terakhir harga minyak dunia konsisten di bawah USD30 per barel.
Sebagai perbandingan, data Kementerian ESDM menyebutkan, harga rata-rata acuan Indonesia Crude Price (ICP) selama Maret 2020 menjadi USD34,23 per barel, turun tajam dari rata-rata ICP Februari di level USD56,61 per barel. Sebagai perbandingan, ICP pada Januari bahkan bertengger di USD65,38 per barel.
Namun, keputusan negara-negara anggota OPEC bersama Rusia yang sepakat memangkas produksi minyak diperkirakan bakal kembali mengerek harga minyak mentah.
Merespons penurunan harga minyak mentah dunia, tampaknya PT Pertamina (Persero) selaku badan usaha milik negara (BUMN) justru memanfaatkan untuk menambah impor minyak mentah maupun produk bahan bakar minyak (BBM). Tambahan impor tersebut, menurut Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman, untuk menjamin ketersediaan pasokan energi nasional.
Di lain pihak, Tim Harga Minyak Indonesia telah menetapkan harga acuan minyak mentah ICP Maret 2020 sebesar USD34,23 per barel atau turun 39,5% dibandingkan Februari 2020 sebesar USD56,61 per barel. Penurunan ICP itu satu di antaranya akibat dari kebijakan karantina wilayah di sejumlah negara karena dampak meluasnya wabah Covid-19. Selain itu, pembatasan perjalanan atau travel restriction antarnegara juga berakibat pada penurunan permintaan minyak mentah di pasar global.
Pertanyaannya, akankah pemerintah menurunkan harga BBM di Tanah Air setelah ICP disesuaikan? Pertanyaan ini layak disampaikan setelah mempertimbangkan harga minyak dunia yang cenderung turun kendati nilai tukar dolar AS justru merangsek naik. Pertimbangan lain, di saat kondisi ekonomi terdampak pandemi korona seperti saat ini, rasanya pantas jika masyarakat juga dibantu dengan harga BBM yang lebih terjangkau agar daya beli tetap terjaga. (*)
0 Reviews:
Post a Comment