Tenaga Ahli Utama KSP Donny Gahral
JAKARTA - Dua staf khusus Presiden Jokowi belakangan memicu polemik. Andi Taufan Garuda dan Adamas Belva Syah Devara dinilai memanfaatkan posisinya sebagai staf khusus untuk kepentingan perusahaan mereka masing-masing.
Menanggapi polemik ini, Tenaga Ahli Utama KSP Donny Gahral menilai harus ada evaluasi cara kerja staf khusus Jokowi. Menurut dia, dalam kasus Andi Taufan Garuda, ia sebenarnya memiliki niat baik namun caranya salah sehingga perlu dievaluasi.
"Tapi caranya yang perlu dievaluasi. Caranya tidak tepat," kata Donny saat dihubungi, Jumat (17/4).
Andi Taufan menjadi sorotan setelah menulis surat kepada seluruh camat di Indonesia dengan surat berkop Sekretariat Kabinet. Dalam surat itu, Andi meminta kerja sama para camat agar membantu perusahaannya, PT Amartha Fintek menjadi relawan untuk menangani COVID-19.
Selain itu, Donny menilai dalam kasus ini sebenarnya Andi sudah meminta maaf dan menarik suratnya kembali. Sehingga, harusnya tak ada lagi yang harus dipermasalahkan.
"Mereka punya satu usaha tapi tentu saja niatan baik harus disertai dengan pemahaman birokrasi yang benar. Pemahaman etika birokrasi yang benar. Dan si Andi sudah buat surat permintaan maaf secara terbuka," ujarnya.
Sementara itu, untuk kasus Belva, Donny menilai, permasalahan yang terjadi adalah karena status perusahaan Ruangguru yang ternyata dimiliki oleh Belva. Sebenarnya, bukan masalah jika perusahaan itu menjadi mitra Program Prakerja dan bukan milik Belva.
"Nah ini tentu saja kalau dari sisi pemilihan maka tidak ada masalah karena perusahaannya benar. Karena mereka memang punya kompetensi. Tapi karena pemiliknya ring 1, staf khusus Presiden, maka ini yang perlu dievaluasi," kata Donny.
"Jadi sekali lagi persoalan bahwa perusahaan dimiliki staf khusus ini yang dievaluasi. Tapi bahwa perusahaan itu punya kemampuan, itu tak diragukan lagi," ujarnya.
Namun, Donny tak merinci apakah evaluasi dalam bentuk Belva harus mengundurkan diri dari perusahaannya demi mengakhiri polemik tersebut. Menurut dia, keputusan ini harus dikaji terlebih dahulu dan tidak bisa buru-buru diambil.
"Kita tak bisa secara terburu-buru. Lihat dulu apakah konflik kepentingan ini sesuatu yang harus dilanjutkan dengan yang bersangkutan mundur dari perusahaannya atau bagaimana," kata Donny.
Selain itu, Donny menekankan, keputusan akhir mengenai polemik staf khusus ini berada di tangan Presiden Jokowi.
"Tapi sekali lagi untuk memutuskan mereka harus mundur dari perusahaan atau tidak, itu ya nanti biar mekanisme yang ada berjalan. Dalam hal ini Seskab sebagai koordinator administrasi dan Presiden sebagai pemegang hak prerogatif gitu," tutup Donny.
0 Reviews:
Post a Comment