Kim Jong-un
SEOUL - Kabar bahwa pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un sakit parah belum ditanggapi oleh Pyongyang maupun media pemerintah setempat. Para ahli militer memprediksi kematian diktator muda itu akan memicu kekacauan di kawasan dan membutuhkan respons militer.
Selain kekacauan, prediksi para ahli militer Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (AS) adalah pecahnya krisis pengungsi. Kondisi itu akan memaksa AS, Korsel dan kemungkin sekutu Washington lainnya untuk intervensi.
Pertanyaan tentang kesehatan sang diktator muda membuncah setelah ia absen pada peringatan ulang tahun ke-108 kakeknya atau pendiri Korut; Kim, Il-sung, pada 15 April lalu.
Pada hari Rabu, media pemerintah Korea Utara menerbitkan beberapa komentar masa lalu Kim tanpa menyebutkan keberadaannya saat ini.
Sementara itu, pemerintah Korea Selatan mengulangi penegasannya bahwa tidak ada perkembangan tidak biasa yang terdeteksi di Korea Utara.
Menurut para ahli militer kepada Military Times, jika diktator berusia 36 tahun yang obesitas itu tidak mati suri, berarti dia memang memiliki masalah kesehatan dan kemungkinan berakhirnya pemerintahannya akan menciptakan kekacauan.
Meskipun Kim tidak memiliki penerus atau pewaris yang ditunjuk, adik perempuannya—pejabat senior partai berkuasa; Kim Yo Jong—diyakini menjadi kandidat yang paling mungkin untuk turun tangan.
Kendati demikian, beberapa ahli percaya bahwa kepemimpinan kolektif—yang dapat mengakhiri aturan dinasti keluarga—juga dapat dimungkinkan.
"Kurangnya ahli waris yang ditunjuk berarti akan ada kekacauan, penderitaan manusia, ketidakstabilan," kata pensiunan kepala operasi khusus Korea Selatan Letnan Jenderal Chun In-Bum kepada Military Times. "Ini berita buruk bagi semua orang."
David Maxwell, pensiunan kolonel Pasukan Khusus dan senior fellow di lembaga think tankFoundation for Defence of Democracies, mengatakan kepada Military Times bahwa reaksi militer Amerika dan Korea Selatan terhadap pergolakan semacam itu dapat membutuhkan upaya yang sebanding dengan respons "yang membuat Afghanistan dan Irak pucat".
"Tidak diketahui apakah Kim Jong-un telah menunjuk pengganti," kata Maxwell. "Kita dapat berspekulasi bahwa mungkin saudara perempuannya; Kim Yo Jong telah ditunjuk sebagai penggantinya berdasarkan promosi terakhirnya dan fakta bahwa dia telah mulai membuat pernyataan resmi atas namanya mulai bulan lalu."
"Tetapi tidak diketahui, apakah seorang wanita, meskipun menjadi bagian dari garis keturunan Paektu bisa menjadi pemimpin rezim keluarga Kim," ujarnya.
Maxwell mengatakan kurangnya penerus yang jelas dapat menyebabkan keruntuhan rezim yang harus disiapkan AS dan Korea Selatan untuk ditangani. Dia menambahkan, para perencana militer, termasuk dirinya sendiri, telah lama memberi pengarahan kepada para pemimpin senior militer AS tentang apa yang bisa terjadi.
"Ada bencana kemanusiaan yang akan terungkap di Korea Utara," ujar Maxwell merujuk pada tambahan krisis akibat pandemi virus corona baru atau COVID-19.
"Korea Selatan, China, dan Jepang (melalui kapal) akan harus berurusan dengan arus pengungsi skala besar yang potensial," katanya. “Unit Tentara Rakyat Korea Utara akan bersaing untuk sumber daya dan kelangsungan hidup. Ini akan menyebabkan konflik internal antarunit dan dapat meningkat menjadi perang saudara yang meluas," ujarnya.
"Meskipun ada kekacauan internal seperti itu, militer Korea Utara akan terus berjuang untuk membela negara," imbuh dia.
“Karena Korea Utara adalah Dinasti Gerilya yang dibangun di atas mitos perang partisan anti-Jepang, kita dapat berekspektasi tentang sejumlah besar militer (1,2 juta tentara aktif dan 6 juta tentara cadangan) untuk melawan intervensi asing di luar negeri termasuk Korea Selatan," papar Maxwell.
Masalah rumit, lanjut dia, AS dan Korea Selatan harus siap untuk mengamankan program seluruh senjata pemusnah massal Pyongyang, termasuk senjata nuklir, kimia, senjata biologi serta cadangan, fasilitas manufaktur, dan infrastruktur manusia yakni ilmuwan dan teknisi. ”
Chun mendukung prediksi Maxwell tentang pecahnya krisis pengungsi dan kemungkinan perang saudara di Korea Utara. Namun, dia tidak melihat kemungkinan serangan militer AS-Korea Selatan melewati apa yang dia sebut "Paralel ke-38".
"Apa yang akan kita lakukan? Berbaris di sana? Biarkan orang China melakukannya,” kata Chun.
“DPRK adalah negara berdaulat. Siapa pun yang masuk ke sana, termasuk orang China, akan gila. Republik Korea-AS memiliki rencana buruk dengan asumsi buruk. Itu akan membawa kita ke perang nuklir," imbuh dia, yang dikutip dari Military Times, Kamis (23/4/2020).
0 Reviews:
Post a Comment