Diskusi publik kasus kematian ASN Kab. Ende oleh Garda NTT di gedung Margasiswa (PMKRI) Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, (13/03/2020)
JAKARTA - Gerakan Patriot Muda Nusa Tenggara Timur (Garda NTT) kembali membuat gebrakan terkait kematian Aparatur Sipil Negara (ASN) Kab. Ende Anselmus Wora (45) yang diduga dibunuh pada 31 Oktober 2019 yang lalu. Setelah melakukan unjuk rasa di Mabes Polri hingga gerakan kemanusiaan seribu lilin keadilan for Ansel, kali ini Garda NTT melakukan diskusi bertema; "Membedah Visum et Repertum dan Carut Marut Hukum", Jumat, (13/03/2020)
Hadir dalam diskusi tersebut sejumlah narasumber seperti, Dr. Nyoman Rae Lawyer sekaligus pengajar pasca sarjana, lalu Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Petrus Selestinus, SH Advokat Peradi, Thomas Aquino Aktivis, Emanuel Manche Kota, Lawyer dan aktivis, Wilfridus Yons Ebit Ketua Umum Garda NTT. Diskusi yang dipandu Roy Tei Seran di gedung Margasiswa (PMKRI) Menteng Jakarta Pusuat tersebut semula dijadwalkan dimulai pukul 12.30 wib namun ternyata molor karena beberapa nara sumber berhalangan.
Dr. Nyoman Rae dalam sesi tanya jawab dengan audience menyampaikan bahwa Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) polda NTT tersebut bukan akhir perjuangan mencari keadilan namun visum et repertum juga bukan alat bukti, namun demikian justru visum itu juga dijadikan surat sakti oleh kepolisian karena dalam catatan kesimpulan visum tersebut agak kabur. Karena itu Garda NTT didorong untuk menggunakan cara-cara lain termasuk memperkuat data pendukung agar kasus kemanusiaan tersebut dapat kembali dibuka. Menurutnya, kasus kematian Ansel ini masuk kategori pembunuhan berencana sebab kasus ini minim saksi. Namun kata dia, setiap kejahatan pasti akan meninggalkan jejak.
"Pidana jenis ini memang susah diungkap karena ini terencana. Namun setiap kejahatan pasti akan meninggalkan jejak," ujar Nyoman.
"Visum itu sia-sia, justru visum itu menjadi surat sakti kepolisian. Karena dalam catatan visum itu kesimpulannya agak kabur. Sementara secara visual itu lukanya (korban) ada di kepala. Harusnya bisa dianalisa apakah ini benda tumpul atau bukan", ujar putra kelahiran Ende tersebut.
Baca: Bedah Kronologi: Penyalagunaan Hukum Acara Pidana Dalam Kasus Kematian Ansel Wora
Sementara itu, pengacara senior Petrus Selestinus dalam termin yang sama menyebutkan bahwa penyidik-penyidik polda NTT rata-rata orang buangan dari pusat yang minim prestasi. Karena itu dia meragukan hasil otoposi tersebut benar-benar independen. Dia menegaskan bahwa hasil otopsi untuk kasus-kasus pembunuhan di NTT rata-rata dipesan oleh para sponsor. Petrus mengatakan, bagi aparatur penegak hukum, nyawa orang NTT itu tidak ada harganya sehingga kasusnya gampang dipetieskan oleh penyidik. Dia mencontohkan beberapa kasus pembunuhan seperti Romo Faustin di Kab. Ngada dan kasus Nimrod Tameno di Amarasi Kab. Kupang yang tidak pernah tuntas.
"Penyidik-penyidik polda NTT orang-orang buangan dari pusat. Mereka tidak punya kealihan dan sangat malas kalau berurusan dengan kematian orang NTT", ungkap Advokat Peradi ini.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum Garda NTT Yons Ebit mengatakan, Garda NTT akan terus bekerja sama dengan semua pihak untuk mengungkap kasus ini, termasuk dengan advokat-advokat asal NTT. Dirinya mengatakan, ada sejumlah bahan rekaman berdurasi 2 jam yang belum dibuka ke publik.
"Iya, kita ada rekaman wawancara berdurasi dua jam. Pihak keluarga mempercayakan ke Garda NTT untuk terus melanjutkan kasus ini", terang Ebit.
Sementara, Thomas Aquino dalam pemaparan detail kronologis menjelaskan bahwa Alm. Ansel sebelum meninggal diajak oleh Acan ke pulau Ende. Acan diketahui sebagai driver pribadi (sopir) Bupati Ende Djafar Achmad yang menggantikan Marselinus Petu yang meninggal akibat serangan jantung pada bulan Mei 2019 lalu. Dia mengatakan, korban diajak sebanyak empat kali oleh Acan tetapi selalu ditolak. Namun pada akhirnya korban tidak bisa menolak karena Acan mengaku diperintah bupati. Karena itu, dirinya menerangkan seharusnya pihak kepolisian memanggil istri korban dan Acan untuk dimintai keterangan tapi itu tidak dilakukan.
"Ansel bukan siapa-siapa, dia hanya ASN biasa, sopir mobil dinas perhubungan. Bukan politisi, buka orang hebat. Ansel hanya orang kecil tetapi dia ipar kandung bupati Marsel Petu yang sudah meninggal", papar Thomas.
"Sebelum meninggal, Ansel diajak sebanyak empat kali oleh Acan namun selalu ditolak", ujarnya.
Dari pemaparan beberapa narasumber tersebut, mengerucut pada sebuah kesimpulan bahwa diduga motif pembunuhan disebabkan karena Alm. Ansel Wora mengetahui sebuah rahasia besar sehingga dia harus dihabisi.
(ed/publico)