Reuni Akbar 212
INFILTRASI - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) disebut tak satu suara dalam menanggapi soal dugaan pelanggaran kampanye dalam ajang reuni alumni 212 yang berlangsung di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (2/12). Hal itu disebut bisa membuat politik bernuansa Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) kembali marak.
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja menduga ada pelanggaran pemilu dalam acara tersebut. Itu terkait dengan pemutaran rekaman pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dalam reuni itu dan lagu ganti presiden.
Pihak Bawaslu DKI, katanya, akan menyelidiki rekaman Rizieq itu dan meneliti pihak yang mengarahkan pemutaran lagu tersebut.
"Ada dugaan melanggar, karena [peraturannya] tidak boleh menghina atau melakukan fitnah terhadap peserta pemilu yang lain," kata anggota Bawaslu Rahmat Bagja kepada awak media, Minggu (2/12).
Saat itu, Rizieq melontarkan pernyataan untuk tak memilih partai pendukung penista agama dan menyoroti kondisi perekonomian saat ini yang tak bersahabat dengan rakyat kecil serta utang negara yang makin menumpuk.
Sementara, anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menyatakan tak ada unsur pelanggaran dalam ajang reuni itu berdasarkan hasil pengecekannya di televisi. Sementara, soal pemutaran lagu ganti presiden pihaknya masih menunggu laporan dari Bawaslu DKI Jakarta.
Menanggapi perbedaan pendapat itu, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan hal tersebut menimbulkan kegelisahan. Sebab hal ini menunjukkan tidak adanya definisi yang baku di Bawaslu tentang kampanye terselubung.
Selain itu, ada kekhawatiran soal kurangnya sensitivitas anggota Bawaslu terkait dengan penggunaan istilah-istilah agama di dalam menafikan hak warga negara untuk dipilih dan memilih.
"Menimbulkan pertanyaan apakah ada ketidakkompakkan di kalangan anggota Bawaslu untuk bersikap secara independen? Oleh karena itu perlu kiranya Bawaslu segera menyatakan sikap terkait hal apa saja yang ditemukan di dalam pelaksanaan reuni 212 hari ini," tutur Ray, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (2/12).
Dia pun mendorong Bawaslu untuk bersikap tegas, terutama dalam hal sensitivitas terhadap penggunaan simbol-simbol agama untuk membatasi hak dipilih dan memilih pihak lain.
"Jika tidak, ruang politik kita bisa marak kembali dengan isu SARA. Sesuatu yang dampaknya telah terlihat dalam pelaksanaan pilkada DKI kemarin. Sikap tanggap Bawaslu tentu dibutuhkan," tandasnya.
(kid/inf)