Wakil Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Tarli Nugroho
INFILTRASI - Pasca didaulatnya Yusril Izha Mahendra menjadi Pengacara Jokowi - Maruf Amin, sejumlah tudingan terhadap pendiri Partai Bulan Bintang ini mulai datang silih berganti. Tak ketinggalan, tudingan datang dari Wakil Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Tarli Nugroho.
Menurut Tarli, Yusril adalah sosok yang aneh dan gagal membesarkan partainya. Padahal menurut Tarli, Yusril kerap mengklaim diri sebagai Natsir muda dan sebagai neo-Masyumi.
"Yusril ini aneh. Dua puluh tahun memimpin partai, dengan dukungan tiga periode menjadi pejabat tinggi negara, ia tetap saja gagal membesarkan partainya. Padahal, ia mengklaim dirinya sebagai Natsir Muda, dan partainya didaku sebagai Neo-Masyumi. Ya, ia gagal membangun basis massa riil bagi partainya yang bersegmen kelas menengah muslim tersebut. Pada dua pemilu terakhir, partainya bahkan gagal mengirimkan wakilnya ke parlemen", ucap Tarli Jumat petang (09/11/2018).
Lebih lanjut Tarli mengatakan, meski berhasil meloloskan partainya dalam verifikasi Pemilu kemarin melalui sebuah gugatan, tahun depan ia kembali terancam mengulangi kegagalan pemilu legislatif untuk ketiga kalinya.
"Lucunya, ancaman kegagalan itu kini tiba-tiba dilarikan ke Prabowo, seolah masalah partainya merupakan masalah yang harus ikut dipecahkan oleh Prabowo dan partai-partai pendukungnya", Ungkap Tarli melalui siaran yang diterima redaksi Infiltrasi.
Menghadapi Pemilu Legislatif 2019, papar Tarli, semua partai menghadapi masalah yang sama dengan partainya Yusril. Ini adalah Pemilu pertama di mana Pileg dan Pilpres akan dihelat serentak. Semua partai, bersama para calegnya, sama-sama masih belajar bagaimana menyusun strategi menghadapi Pemilu serentak.
Makanya sangat aneh ketika Yusril yang partainya tidak menyumbang syarat 'presidential threshold' dalam pencalonan Prabowo kemarin, kini justru menjadi pihak yang sangat rewel terhadap Koalisi Adil dan Makmur. Padahal, PKS dan PAN, yang dalam sejumlah survei terakhir diramal tidak akan lolos ke parlemen, tidak pernah mengeluhkan pemilu legislatif.
"Mereka paham jika Pileg adalah dapur internal yang berbeda dengan Pilpres yang merupakan dapur bersama. Mereka tentu saja harus berusaha mengkapitalisasi pencalonan Prabowo-Sandi dengan caranya masing-masing, sesuai kebutuhan partai dan para caleg yang ultra heterogen," ungkapnya.
Apalagi, sejak Pemilu 2009, Pileg memang bukan lagi kontestasi partai, tapi telah mejadi kontestasi Caleg. Semua Caleg berjuang untuk merebut suaranya sendiri. Jangankan antar-partai, dengan calon separtai semuanya harus sikut-sikutan. Itu merupakan konsekuensi dari sistem pemilihan proporsional terbuka.
Jadi, lanjut Tarli, ekspose yang dilakukan Yusril atas persoalan yang dihadapi partainya, seolah persoalan itu seharusnya bisa dibantu untuk dipecahkan oleh Prabowo dan partai-partai pendukungnya, adalah rengekan yang menggelikan. Lebih menggelikan lagi jika hal itu dijadikan alasan kenapa ia merapat ke kubu Jokowi.
Tarli pun kemudian menanyakan motivasi Yusril yang memilih bergabung ke kubu Jokowi-Maruf Amin, Apakah sesudah ia merapat ke Jokowi, maka kini masalah yang dihadapi partainya pada Pileg tahun depan akan ikut dipecahkan oleh PDI-P, PKB, Nasdem, Perindo, Hanura, PKPI dan PSI?!
Jika tidak, lalu untuk apa ia merapat ke Jokowi?! Bukankah sebagai intelektual ia pastinya paham jika karakter pemilih partainya sebenarnya lebih dekat kepada Prabowo daripada Jokowi, sehingga akrobat politiknya tersebut akan menyusahkan caleg-caleg partainya dalam berkampanye?!
"Jadi, sangat jelas, akrobat politik Yusril bukanlah untuk kepentingan partainya. Barangkali ia hanya sedang memuaskan ego dan dendamnya karena merasa telah dikucilkan oleh orang-orang yang menurutnya seharusnya merupakan temannya. Masalahnya, serangannya kepada Amien Rais saat partainya dicoret oleh KPU tempo hari, serangan yang kasar dan tidak pada tempatnya, menunjukkan jika karakternya sebagai politisi sepertinya memang tidak asyik untuk diajak ngopi-ngopi,", tegas Tarli.
Menurut Wakil Sekjen HKTI ini, sebagai pribadi, Yusril memang intelektual dan ahli hukum yang mumpuni. Tapi sebagai pemimpin politik, kini kita tahu kapasitasnya. Melemparkan tanggung jawab nasib partainya kepada orang lain, bukanlah sikap seorang kesatria. "Ia, menurut saya, telah mempermalukan Natsir dan Masyumi," pungkasnya.
(mr.lin/inf)