Mantan Sekretaris Mahmakah Agung (MA) Nurhadi
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil mantan Sekretaris Mahmakah Agung (MA) Nurhadi pada Selasa (6/11) untuk diperiksa sebagai saksi kasus suap.
Sebelumnya, Nurhadi dan istrinya Tin Zuraida, Senin (29/10), tidak memenuhi panggilan KPK dalam penyidikan kasus suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan tersangka mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro (ESI).
"Selasa (6/11) diagendakan pemeriksaan terhadap Nurhadi sebagai saksi untuk tersangka ESI. Panggilan telah kami sampaikan sebelumnya pada alamat di Mojokerto dan kantor istri yang bersangkutan karena istri saksi yang bekerja di Kemenpan-RB juga dipanggil sebagai saksi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Senin (5/11).
Sebagai catatan, kata Febri, pengiriman surat panggilan pertama ke alamat lama rumah Nurhadi tidak sampai.
Tin Zuraida istri dari Nurhadi saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Politik dan Hukum Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
KPK pun telah menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Tin Zuraida pada Jumat (2/11) lalu, namun yang bersangkutan tidak hadir.
KPK pun telah menerima surat dari Kemenpan-RB yang menginformasikan bahwa Tin Zuraida sedang melaksanakan tugas perjalanan dinas di luar negeri dari 3 sampai 7 November 2018 sehingga ada permintaan penjadwalan ulang setelah itu.
"Kami sambut baik bantuan yang diberikan oleh Kemenpan-RB tersebut setelah KPK menyampaikan pada Jumat lalu bahwa KPK akan berkoordinasi terkait pemanggilan salah satu pegawai Kemenpan-RB tersebut," ucap Febri.
Sebelumnya, tersangka Eddy Sindoro telah menyerahkan diri ke KPK pada Jumat (12/10) setelah sebelumnya sejak April 2016 sudah tidak berada di Indonesia.
KPK sudah menetapkan Eddy Sindoro sebagai tersangka sejak November 2016 lalu. Eddy diduga memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait pengurusan perkara di Pengadilan Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait dengan permohonan bantuan pengajuan Peninjauan Kembali di PN Jakpus.
Sudah ada dua orang yang menjalani vonis terkait perkara ini yaitu panitera panitera sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan perantara suap Dody Arianto Supeno.
Doddy sudah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan sedangkan Edy Nasution sudah divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.
Dalam putusan Edy Nasution, disebutkan bahwa uang US$50 ribu untuk pengurusan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh mahkamah agung melawan PT First Media.
Edy pun menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co yaitu Austriadhy US$50 ribu yang terbungkus dalam amplop warna cokelat Eddy Sindoro pernah bertemu dengan mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara PK, namun Nurhadi mengatakan itu dalam rangka pengawasan.
Edy Nasution juga mengakui menerima US$50 ribu dari Dody, dengan uang tersebut ada kaitannya dengan pengurusan dengan perkara Lippo.
Dalam perkembangan penanganan perkara tesebut, KPK juga telah menetapkan advokat Lucas (LCS) sebagai tersangka merintangi penyidikan dengan tersangka Eddy Sindoro.
(ol/inf)