Bendera Saudi Arabia
INFILTRASI - Setelah pembunuhan Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Istanbul, Turki dan penahanan sejumlah besar oposan baik dari sipil, hukum dan ideologis di penjara Riyadh, seorang pejabat tinggi Arab Saudi mengakui bahwa negaranya telah menerima 258 teguran soal hak asasi manusia dari lembaga-lembaga internasional.
Menurut laporan kantor berita resmi Arab Saudi SPA, masalah ini diakui oleh Bandar bin Mohammed al-Aiban, ketua delegasi Arab Saudi yang ada di Dewan Hak Asasi Manusia.
Penindasan terhadap para oposisi di Arab Saudi terus berlanjut dengan ketat dan pembunuhan wartawan Saudi lainnya setelah pembunuhan Jamal Khashaggi telah menimbulkan kekhawatiran bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang meluas di Arab Saudi telah meningkatkan banyaknya pertumpahan darah.
Turki Bin Abdul Aziz al-Jasser, seorang jurnalis dan oposisi yang kritis terhadap Al Saud, meninggal beberapa hari yang lalu di penjara akibat penyiksaan brutal di Arab Saudi. Pembunuhannya terjadi ketika Jamal Khashaggi, seorang kritikus kelahiran Saudi, pergi ke gedung Konsulat Saudi di Istanbul, Turki Oktober lalu untuk melakukan beberapa pekerjaan administrasinya, tetapi tidak pernah keluar lagi dari gedung tersebut.
Rezim Saudi, setelah sekitar tiga minggu diam dan menyangkal, akhirnya di bawah tekanan masyarakat internasional mengakui telah bahwa ia dibunuh di Konsulat Saudi di Turki. Gelombang kekerasan baru Al Saud terhadap para oposan sejak berkuasanya Salman bin Abdul Aziz, Raja Arab Saudi saat ini dan jabatan Putra Mahkota Arab Saudi yang diserahkan kepada putranya Mohammed bin Salman menunjukkan bahwa para pejabat Saudi saat ini bukan hanya tidak mentolerir oposisi dan kritik, tetapi juga untuk membunuh mereka dalam bentuk yang paling sadis.
Meskipun pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran kebebasan pers telah lama terjadi di Arab Saudi, tapi tindakan ini telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah pengangkatan Muhammed bin Salman sebagai putra mahkota Arab Saudi yang mengikuti kebijakan Amerika dan Israel di kawasan itu, telah menangkap dan memenjarakan ratusan pedagang, ulama, pangeran, penyair, dones universitas dan aktivis sipil, khususnya sejumlah perempuan di negara itu.
Membunuh para kritikus dan jurnalis di Arab Saudi telah memicu gelombang kritik terhadap para pejabat Saudi dan pelbagai institusi serta para aktivisnya menggambarkannya sebagai kebrutalan Arab Saudi terhadap oposisi.
Menurut Yahya Asiri, seorang aktivis hukum Saudi, pembunuhan oposisi mewakili dominasi sistem brutal yang mengerikan di Arab Saudi. Abdul Aziz al-Muayyid, aktivis Saudi lainnya menyatakan, para aktivis dan oposisi Saudi tahu bahwa rezim Saudi sedang memantau mereka. Inilah sebabnya mengapa komunitas internasional ingin mengambil sikap tegas terhadap langkah-langkah ini.
Akun Twitter yang dikenal sebagai tahanan ideolobi Mu'taqili al-Rai juga mengatakan bahwa penangkapan dan pembunuhan lawan, aktivis hukum dan sosial, tokoh akademis dan mubalig Saudi oleh rezim Arab Saudi adalah tahap baru setelah penangkapan dan pemenjaraan mereka.
Gelombang luas peringatan hak asasi manusia yang dihadapi Al Saud menunjukkan bahwa rezim penindas dan pendukung terorisme ini merupakan masalah serius bagi hak asasi manusia dan hukum internasional.
Dalam kondisi seperti itu, Arab Saudi telah untuk kedua kalinya menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB, dimana ini telah mengungkapkan fakta bahwa kriteria untuk diterima di dewan ini bukanlah norma hukum, tetapi urusan politik dan diplomasi moneter.
(prs/inf)