Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie
INFILTRASI - Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menyatakan akan mengikuti proses hukum yang berlaku usai dilaporkan terkait sikap partai pada perda syariah.
Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) melaporkan Grace ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada Jumat (16/11).
Grace diduga melakukan penistaan agama lantaran sempat menyatakan partainya tidak akan pernah mendukung perda berlandaskan agama. Sebab, ia menilai seharusnya perda didasari oleh ketentuan hukum, bukan sekadar aturan agama yang berlaku.
Grace juga telah mendapat beberapa tawaran konsultasi hukum dari kalangan pengacara yang siap membela bila proses hukum berlanjut.
"Sejak kemarin saya dikontak banyak orang yang mengatakan mau mendampingi sebagai kuasa hukum. Beberapa teman sudah siap sedia juga, jadi kami siap untuk ikuti proses," ujar Grace di Jokowi Centre di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/11).
Namun Grace enggan menjabarkan lebih rinci terkait antisipasi yang akan dilakukan usai pelaporan dugaan penistaan agama oleh PPMI. Ia menilai pelaporan itu sah-sah saja, karena setiap warga negara Indonesia memiliki hak konstitusi sesuai hukum yang berlaku.
"Silakan untuk ikuti sesuai mekanisme, karena laporan ada mekanismenya, dan itu hak konstitusi semua orang," imbuhnya.
Grace menyatakan partainya tak bermaksud bersikap antiagama. Justru, menurutnya, pernyataan menolak pembentukan perda berbasis agama karena ingin produk hukum yang lahir di negeri ini benar-benar berbasis hukum nasional, bukan sekedar hukum agama.
"Apalagi agama ini jangan lagi digunakan sebagai alat politik. Kami ingin agar produk hukum adalah universal, tidak lagi parsial, tidak mendasarkan kepada agama apapun, agama tertentu," tekannya.
Menurutnya, pembentukan perda berdasarkan agama justru rentan memicu konflik yang bisa memecah belah bangsa. Pemikiran satu individu yang satu dengan individu lain yang seagama saja bisa berbeda, apalagi yang agamanya berbeda.
Selain itu, berdasarkan hasil survei yang dikantonginya, tingkat intoleransi masyarakat Indonesia terbilang tinggi. Ia bilang, setidaknya 6 dari 10 orang Indonesia tidak bersedia memilih pemimpin yang berbeda keyakinan dengan pemilihnya. Untuk itu, pendidikan toleransi dengan mengenalkan ketentuan-ketentuan hukum yang umum perlu digencarkan.
"Ini darurat, kalau kami tidak mendidik publik secara politik untuk mengembalikannya ke konstitusi, Indonesia bisa jadi gawat. Padahal kami inginnya beragam," katanya.
Di sisi lain, Grace memberi contoh aturan hukum yang bisa dibuat dengan ketentuan umum tanpa embel-embel agama, misalnya soal larangan konsumsi minuman keras (miras) dan prostitusi. Menurutnya, aturan mengenai miras tak perlu didasari karena dilarang oleh agama tertentu, tapi bisa atas dasar kesehatan.
"Kalau bicara ilmu kesehatan, miras berbahaya. Kami setuju, perlu ada pengaturan, misal ada batasan umur yang punya akses ke miras. Begitu juga dengan prostitusi, itu hukum perdagangan manusia," jelasnya.
Sebelumnya, pelaporan terhadap Grace dilakukan oleh kuasa hukum Sekretaris Jenderal PPMI Zulkhair, Eggi Sudjana. Laporan Eggi diterima Bareskirm dengan nomor laporan polisi LP/B/1502/XI/2018/BARESKRIM tertanggal 16 November 2018. Grace dilaporkan dengan dugaan pelanggaran Pasal 156A KUHP, Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 14 juncto Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Eggi menilai pernyataan Grace lebih parah dari penistaan agama yang pernah dilakukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Grace menyebut perda menimbulkan ketidakadilan, diskriminasi, serta intoleransi. Sementara, pernyataan Ahok yang mengandung unsur penistaan agama hanya satu, yakni meminta masyarakat tidak mau dibohongi oleh Surat Al Maidah ayat 51.
Terkait hal ini, Grace kembali menilai sah-sah saja bila ada berbagai pandangan atas pernyataannya itu. Ia hanya menekankan berbagai pandangan yang mendasari pelaporan tersebut, akan tetap diikutinya sesuai proses hukum berlaku.
"Lagi-lagi itu hak konstitusi beliau. Kami ikuti prosesnya saja, tapi kami rasa itu tidak pas, karena justru kami tidak menjelekkan agama mana pun," ujar Grace.
(uli/pmg/inf)