Ali Akbar Salehi, Kepala Organisasi Energi Atom Iran
TEHERAN - Iran mengancam akan melanjutkan pengayaan uranium 20 persen jika Uni Eropa gagal menghormati kesepakatan nuklir 2015 setelah Amerika Serikat (AS) menarik diri dari perjanjian tersebut. Ancaman ini disampaikan Kepala Organisasi Energi Atom negara tersebut, Ali Akbar Salehi.
"Jika pihak lain terus berkomitmen pada janji-janjinya, kami juga akan menepati janji kami," kata Salehi.
"Kami harap situasinya tidak akan sampai pada titik bahwa kami harus kembali ke pilihan terburuk," lanjut Salehi yang dikutip Reuters, Minggu (20/5/2018). "Ada semua kemungkinan, kita bisa memulai pengayaan (uranium) 20 persen."
Jika pengayaan uranium 20 persen dilanjutkan, Iran akan selangkah lebih dekat untuk memperoleh bahan senjata nuklir. Sebab, langkah itu juga membuat Teheran akan lebih mudah dan lebih cepat untuk memperkaya uranium ke tingkat 90 persen, angka yang diperlukan untuk membuat bom nuklir.
Ancaman Teheran muncul setelah Presiden Donald Trump secara resmi menarik AS keluar dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA)—nama resmi kesepakatan nuklir Iran 2015—dua minggu lalu. Trump berdalih JCPOA merupakan pakta yang cacat.
Dalam JCPOA, Iran sepakat mengekang program nuklirnya. Sebagai imbalannya, sanksi atau embargo yang menyengsarakan Teheran selama bertahun-tahun akan dicabut oleh negara-negara yang meneken kesepakatan tersebut.
Langkah "pengkhianatan" AS oleh Trump itu tak hanya membuat Iran marah. Para penandatangan JCPOA seperti Uni Eropa, Rusia dan China, kesal.
Sejauh ini, Uni Eropa, Rusia dan China telah menyuarakan dukungan mereka untuk mempertahankan kesepakatan nuklir Iran 2015.
"Selama Iran menghormati komitmen mereka, Uni Eropa tentu akan tetap pada kesepakatan yang merupakan arsitek," kata kepala Komisi Eropa Jean-Claude Juncker dalam sebuah konferensi di Bulgaria pada hari Kamis lalu.
Uni Eropa juga berjanji untuk menetralisir efek dari kemungkinan sanksi AS terhadap perusahaan-perusahaan Eropa yang berurusan dengan Iran.
(mas/in)