Teror Bom Ancam Kota Rusia dalam 3 Hari Terakhir, Ribuan Orang Dievakuasi
INDOPOST, MOSKOW - Lebih dari 45.000 orang telah dievakuasi dari lebih dari 200 fasilitas di 29 kota di Rusia setelah gelombang ancaman bom dari telepon orang tak dikenal selama tiga hari terakhir. Gelombang ancaman bom ini terjadi di tengah spekulasi campur tangan asing atau latihan anti teror dalam negeri.
Pada hari Rabu, 15.000 orang dievakuasi dari berbagai fasilitas di Moskow, setelah ancaman bom ditujukan ke dua belas pusat perbelanjaan, tiga stasiun kereta api dan setidaknya empat universitas.
Penelepon tanpa identitas dilaporkan melakukan panggilan telepon melalui internet ke layanan darurat, dan biasanya menamai beberapa fasilitas dengan perangkat peledak yang seharusnya ada di dalamnya.
Sejak 11 September, puluhan sekolah, universitas, mal, stasiun kereta api, bandara dan kantor pemerintah telah dievakuasi dan diperiksa oleh petugas penegak hukum di kota-kota besar di seluruh Rusia - mulai dari Kaliningrad di Barat sampai Vladivostok di Timur jauh.
Tidak ada jejak alat peledak yang ditemukan di bangunan manapun, lapor kantor berita Meduza seperti disitir Telegraph, Kamis (14/9/2017).
Sumber anonim dalam penegakan hukum mengatakan kepada Interfax bahwa evakuasi massal didorong oleh serangan spam "didalangi dari luar negeri."
Kantor berita RIA Novosti yang dikelola negara mengutip sumber anonim lain yang mengklaim bahwa telepon ancaman bom "datang dari Ukraina".
Namun beberapa outlet berita regional mengutip pejabat militer tak dikenal yang berpendapat bahwa evakuasi tersebut merupakan bagian dari latihan anti-teror Rusia, yang dilakukan dalam persiapan untuk Piala Dunia 2018.
Panggilan telepon terakhir mengidentifikasi Lapangan Merah, tempat wisata utama di Moskow, di samping Kremlin, sebagai target pemboman. Informasi ini saat ini sedang diselidiki, Interfax melaporkan.
Di beberapa kota, penyelidikan telah dibuka menjadi "laporan palsu atas tindakan teror yang disengaja," sebuah tindak pidana di Rusia yang dapat dihukum hingga tiga tahun penjara.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menolak berkomentar mengenai situasi tersebut dan mengalihkan semua pertanyaan ke dinas keamanan Rusia.
Badan penegak hukum Rusia sejauh ini belum membuat pernyataan resmi.
(ian/indo)