Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus
INDOPOST, JAKARTA - Sikap Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon yang mengirim surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatasnamakan lembaga DPR meminta agar KPK menunda proses pemeriksaan terhadap Setya Novanto sebagai tersangka dugaan korupsi proyek e-KTP, adalah sebuah abause of power untuk menutupi sebuah abause of power lainnya demi rasa nyaman Setya Novanto. Hal ini dikemukakan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus di Jakarta, Kamis, (14/09).
Menurut Petrus, Surat Fadli Zon itu bisa berimplikasi kepada Institusi DPR RI sebagai ikut terlibat dalam pertanggungjawaban korporasi atas dugaan korupsi yang dilakukan oleh Setya Novanto dkk sebagaimana dinyatakan secara gamblang oleh Jaksa Penuntut Umum KPK dalam Surat Dakwaan atas nama Terdakwa Andi Narogong.
Melalui jaringan pribadi kepada The Indonesian Post, Petrus menjelaskan bahwa Surat Fadli Zon yang mengatasnamakan pimpinan DPR dan di tujukan kepada KPK untuk dan atas nama Setya Novanto harus sudah jelas merupakan bentuk penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan oleh Fadli Zon sebagai Wakil Ketua DPR RI bekerja sama dengan Setya Novanto menggunakan Lembaga DPR RI untuk kenyamanan pribadi Setya Novanto yang seharusnya berada di luar tugas dan wewenang pimpinan DPR. Apalagi surat, lanjut Petrus, panggilan KPK terhadap Setya Novanto itu tidak ditujukan untuk jabatan Setya Novanto sebagai Ketua DPR dan dalam rangka hubungan kedinasan antara DPR dan KPK akan tetapi untuk sebuah proses projustisia yang ditujukan kepada pribadi Setya Novanto. "Fadlizon berlaga pilon seakan-akan perbuatan korupsi yang dituduhkan atau disangkakan oleh KPK terhadap Setya Novanto adalah ditujukan kepada Lembaga DPR atau pimpinan DPR, padahal kenyataannya adalah ditujukan atas tindakan pribadi Setya Novanto," ungkap Petrus.
"Membawa embel-embel nama DPR atau pimpinan DPR hanya untuk menunda pemeriksaan terhadap Setya Novanto, adalah sesuatu yang terlalu mahal harganya bagi sebuah Lembaga Negara terhormat yang sedang runtuh citranya," lanjut Petrus.
Fadli Zon, lanjut Advokat Peradi ini, Harusnya bisa membedakan mana tanggung jawab pimpinan DPR dan mana tanggung jawab pribadi sebagai urusan pertemanan, apalagi urusan pemenuhan pemanggilan KPK terhadap Setya Novanto adalah tanggung jawab pribadi Setya Novanto bukan tanggung jawab DPR atau pimpinan DPR. "Ini adalah untuk kesekian kalinya Lembaga DPR sering disalahgunakan oleh oknum-oknum pimpinan DPR untuk kepentingan lain di luar tugas dan tanggungjawab pimpinan DPR. Ini jelas penyalahgunaan kekuasaan oleh Fadlizon untuk menghambat tugas KPK dalam meminta pertanggungjawaban pidana terhadap Setya Novanto," tukasnya.
Menurut Petrus, Surat Fadli Zon itu bisa berimplikasi kepada Institusi DPR RI sebagai ikut terlibat dalam pertanggungjawaban korporasi atas dugaan korupsi yang dilakukan oleh Setya Novanto dkk sebagaimana dinyatakan secara gamblang oleh Jaksa Penuntut Umum KPK dalam Surat Dakwaan atas nama Terdakwa Andi Narogong.
Melalui jaringan pribadi kepada The Indonesian Post, Petrus menjelaskan bahwa Surat Fadli Zon yang mengatasnamakan pimpinan DPR dan di tujukan kepada KPK untuk dan atas nama Setya Novanto harus sudah jelas merupakan bentuk penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan oleh Fadli Zon sebagai Wakil Ketua DPR RI bekerja sama dengan Setya Novanto menggunakan Lembaga DPR RI untuk kenyamanan pribadi Setya Novanto yang seharusnya berada di luar tugas dan wewenang pimpinan DPR. Apalagi surat, lanjut Petrus, panggilan KPK terhadap Setya Novanto itu tidak ditujukan untuk jabatan Setya Novanto sebagai Ketua DPR dan dalam rangka hubungan kedinasan antara DPR dan KPK akan tetapi untuk sebuah proses projustisia yang ditujukan kepada pribadi Setya Novanto. "Fadlizon berlaga pilon seakan-akan perbuatan korupsi yang dituduhkan atau disangkakan oleh KPK terhadap Setya Novanto adalah ditujukan kepada Lembaga DPR atau pimpinan DPR, padahal kenyataannya adalah ditujukan atas tindakan pribadi Setya Novanto," ungkap Petrus.
"Membawa embel-embel nama DPR atau pimpinan DPR hanya untuk menunda pemeriksaan terhadap Setya Novanto, adalah sesuatu yang terlalu mahal harganya bagi sebuah Lembaga Negara terhormat yang sedang runtuh citranya," lanjut Petrus.
Fadli Zon, lanjut Advokat Peradi ini, Harusnya bisa membedakan mana tanggung jawab pimpinan DPR dan mana tanggung jawab pribadi sebagai urusan pertemanan, apalagi urusan pemenuhan pemanggilan KPK terhadap Setya Novanto adalah tanggung jawab pribadi Setya Novanto bukan tanggung jawab DPR atau pimpinan DPR. "Ini adalah untuk kesekian kalinya Lembaga DPR sering disalahgunakan oleh oknum-oknum pimpinan DPR untuk kepentingan lain di luar tugas dan tanggungjawab pimpinan DPR. Ini jelas penyalahgunaan kekuasaan oleh Fadlizon untuk menghambat tugas KPK dalam meminta pertanggungjawaban pidana terhadap Setya Novanto," tukasnya.
Terkait peristiwa ini, Petrus mendesak agar KPK harus segera melakukan tindakan polisionil (jemput paksa, tangkap dan tahan) terhadap Setya Novanto agar penyalahgunaan lembaga DPR bisa diakhiri dan kelancaran penyidikan serta penuntutan kasus Setya Novanto tidak boleh lagi dihambat atas nama apapun.
(mb/indo)