Masoud Barzani di tengah pendukungnya
INDOPOST, BAGHDAD - Wilayah Kurdistan Irak menggelar referendum kemerdekaan pada Senin, 25 September 2017 di tengah meningkatnya ketegangan antara daerah otonomi itu dengan pemerintah pusat Baghdad.
Pemimpin wilayah Kurdistan Irak, Masoud Barzani bersikeras melaksanakan referendum kontroversial dalam kondisi apapun. Pada 7 Juni lalu, Barzani menyampaikan niatnya untuk menggelar referendum kemerdekaan Kurdistan dari Irak pada 25 September. Etnis Kurdi di luar wilayah Kurdistan bahkan telah memberikan hak suaranya pada 22 September lalu.
Dalam sepekan terakhir, penolakan terhadap referendum kemerdekaan Kurdistan terlihat meningkat signifikan pada tingkat lokal, nasional Irak, regional, dan internasional. Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi dan pemimpin negara-negara tetangga, menyebut referendum Kurdistan sebagai 'bermain dengan api.'
Pengamat masalah Timur Tengah, Hadi Sayyed Afqahi mengatakan, "Barzani sedang bermain dengan api dan pemimpin wilayah Kurdistan itu terlibat dalam sebuah permainan yang lebih besar dari kapasitas politiknya."
Lalu, mengapa Barzani tidak mau mengakhiri permainan ini sebelum berubah menjadi krisis baru di Irak?
Barzani tampaknya mengejar tiga tujuan penting dengan menggelar referendum kemerdekaan di wilayah Kurdistan. Pertama, ia ingin tampil sebagai pahlawan etnis Kurdi dan ini pula yang menjadi alasannya menolak meletakkan jabatan sebagai pemimpin Kurdistan meski masa tugas konstitusionalnya telah habis empat tahun lalu. Ia beranggapan akan dikenang abadi dalam sejarah Kurdi dengan menggelar referendum kemerdekaan.
Kedua, Barzani ingin menunjukkan kepada para pemimpin Irak bahwa opsi pemisahan diri merupakan sebuah tuntutan serius warga Kurdi. Jika pun ia menang dalam referendum, wilayah Kurdistan tetap akan menjadi daerah yang tak terpisahkan dari Irak, karena tindakan sepihak ini tidak konstitusional.
Komposisi masyarakat di negara-negara dunia terdiri dari berbagai etnis dan suku. Jika setiap etnis menuntut kemerdekaan, maka integritas teritorial dari banyak negara dunia akan menghadapi bahaya disintegrasi. Dan jika hasil pemungutan suara itu ditolak oleh pemerintah pusat, perang berdarah tidak bisa dielakkan dan ini adalah peringatan yang dikeluarkan oleh para pemimpin negara-negara dunia tentang dampak dari sikap gegabah Barzani.
Dan ketiga, Barzani dengan referendum kontroversialnya ingin menguji para pemain nasional dan regional. Ia telah mengabaikan peringatan yang dikeluarkan oleh para pemimpin Irak dan negara-negara regional. Dia tampaknya ingin melihat apakah mereka akan benar-benar merealisasikan ancamannya atau tidak.
Jika ancaman itu diwujudkan, Kurdistan akan menyaksikan konflik berdarah yang akan merugikan Barzani sendiri atau menerima 'reaksi lunak' dari negara-negara tetangga Irak seperti, Turki, Iran dan Suriah, di mana bisa berdampak buruk bagi kondisi sosial dan ekonomi Kurdistan.
Dapat dikatakan bahwa dalam dunia politik, menguji tekad pemimpin sebuah negara adalah bukan tindakan yang rasional dan bijak, karena ia memiliki dampak yang serius seperti, memicu pecahnya konflik berdarah atau mendorong embargo penuh dari negara lain.
(rm/indo)