Wakil Ketua Komisi III DPR RI dan politisi partai Demokrat, Benny Kabur Harman
INDOPOST, JAKARTA - Sependapat dengan Front Pembela Islam (FPI), politisi partai Demokrat, Benny Kabur Harman meminta Kapolda Jawa Barat Inspektur Jenderal Pol Anton Charliyan dicopot karena diduga menjabat sebagai pembina Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI).
Permintaan Benny diduga terkait kericuhan yang terjadi saat imam besar FPI, Habib Riziq Shihab tengah diperiksa oleh penyidik Polda Jabar soal laporan putri Bung Karno, Sukmawati.
“Ya itu harus diberhentikan kapolda. Ya gimana kapolda membina,” ujar Benny di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/1).
Menanggapi permintaan Benny, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia, Petrus Selestinus menilai permintaan Benny salah alamat. Menurut dia, jabatan seorang Kapolda Jawa Barat juga menjadi tugas dan tanggung jawab anggota Kepolisian Negara RI untuk memenuhi ketentuan pasal 13 dan 14 UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Polri. Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002, menyatakan : "tugas pokok Kepolisian RI adalah memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat, menegakan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat," pungkasnya melalui jaringan pribadi kepada The Indonesian Post.
Lanjut dia, pasal 14 ayat (1 huruf c) UU No. 2 Tahun 2002 menyebutkan bahwa "dalam melaksanakan tugas pokok, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas membina masyarakat demi meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan pertauran perundang-undangan", papar Petrus.
Dengan demikian, kata Petrus, Irjen Pol. Anton Charliyan sebagai anggota Kepolisian Negara RI ketika merangkap jabatan sebagai Pembina Harian Ormas GMBI sesungguhnya untuk memenuhi unsur tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota polri yang melekat dengan fungsi sosialnya yaitu membina masyarakat.
Petrus menilai, pernyataan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Dr. Benny K. Harman, dari Fraksi Partai Demokrat tidak etis, keliru dan sangat tendensius.
"Pernyataan Benny justru dapat berdampak negatif bukan saja akan menambah beban polri dalam menghadapi kelompok intoleran tetapi juga sekaligus akan memberi angin segar kepada kelompok intoleran dan radikal dalam mengobok-obok kehidupan masyarakat," ujarnya.
"Sikap Benny dan partainya patut diduga berada di balik gerakan intoleran FPI yang akhir-akhir ini muncul secara terbuka. Karenanya jika perkembangan penanganan kelompok intoleran di Indonesia ini kurang membawa hasil yang menggembirakan, maka Benny dan Partai Demokrat patut dimintai pertanggungjawaban secara hukum dan moral. Pasalnya, kelompok intoleran FPI justru tumbuh subur dan dibiarkan berkembang ketika SBY menjadi Presiden RI selama 10 tahun," tuding Petrus, Senin malam, (16/01/2017)
Advokat Peradi ini menjelaskan, yang dilarang oleh UU Polri adalah anggota Kepolisian tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Petrus mengatakan, pernyataan Benny yang menyebut pembinaan ormas oleh anggota Polri sebagai sebuah pelanggaran adalah pernyataan yang keliru.
"justru ini cara berpikir yang keliru dan salah memaknai tugas dan tanggung jawab pokok polri menurut UU," imbuhnya.
Karena itu menurut dia, Benny telah menyalahgunakan fungsi kontrol Komisi III DPR RI terhadap mitra kerjanya.
"dia memanfaatkan fungsinya untuk tujuan politik lain di luar penggunaan tupoksinya sebagai anggota dewan terhadap polri," tegas Petrus.
(mb/indo)