Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok
INDOPOST, JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Utara hari ini
Selasa, (17/1/2017), kembali menggelar sidang perkara dugaan penistaan
agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Gubernur DKI
Jakarta nonaktif, di Gedung Auditorium Kementerian Pertanian (Kementan),
Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Agendanya adalah lanjutan pemeriksaan
saksi pelapor dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang dimulai pukul 09.00 dipimpin majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto.
Menurut pengacara Ahok, Rolas B Sitinjak, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjadwalkan enam orang yang akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam persidangan keenam yang akan dijalani Ahok tersebut. Mereka terdiri dari empat orang saksi pelapor dan dua orang saksi dari kepolisian.
“Muhammad Asroi Saputra, Iman Sudirman, Willyuddin Abdul Rasyid Dhani, Ibnu Baskoro. Saksi verbalisan polisi dua orang,” katanya Senin, (16/1/2017) malam.
Anggota polisi tersebut yakni Bripka Agung Hermawan dan Briptu Ahmad Hamdani, anggota Polresta Bogor yang menerima dan menandatangani laporan pertama sebelum kasus Ahok masuk ke pengadilan. Dalam laporan tersebut ada kesalahan pencantuman tanggal dan lokasi tempat kejadian di berkas perkara dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Jadi itu penyidik dari Polres Bogor. Jadi saksi pelapor atas nama Willyuddin ketika kami periksa jam 11 malam (10/1), kita periksa dimuka persidangan ternyata bukti laporannya salah,” katanya.
Dijelaskan Rolas, dalam bukti laporannya pelapor mengatakan sudah melihat Ahok tanggal 6 September 2016 berpidato di Kepulauan Seribu yang diduga telah menistakan agama.
“Padahal Pak Ahok pidato pada 22 hari berikutnya tanggal 27 September. Nah itu BAP nya salah, tanda bukti laporannya salah,” bebernya.
Menurutnya, kesalahan tersebut sangatlah fatal. Pasalnya, orang bisa menjadi pesakitan di pengadilan berdasarkan adanya laporan. “Bayangkan kalau laporan ini salah. Makanya kami minta Polisi dipanggil dalam persidangan. Jadi itu yang akan kami periksa dalam persidangan, kami pertanyakan,” tegasnya.
Selain itu, dia juga berpendapat bahwa dalam kasus yang menjerat mantan Bupati Belitung Timur tersebut banyak kejanggalan dan hal-hal yang perlu dipertanyakan baik secara hukum maupun secara logika. “Banyak juga hal-hal yang tidak masuk akal termasuk laporan itu,” ucap Rolas.
Ahok dijadikan terdakwa atas dugaan penistaan agama berdasarkan pidatonya saat berkunjung ke Kepulauan Seribu yang menyinggung Surah Al-Maidah Ayat 51. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan Pasal 156 (a) KUHP tentang penodaan agama dengan acaman pidana paling lama lima tahun.
(Yendhi/indo)
Sidang dimulai pukul 09.00 dipimpin majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto.
Menurut pengacara Ahok, Rolas B Sitinjak, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjadwalkan enam orang yang akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam persidangan keenam yang akan dijalani Ahok tersebut. Mereka terdiri dari empat orang saksi pelapor dan dua orang saksi dari kepolisian.
“Muhammad Asroi Saputra, Iman Sudirman, Willyuddin Abdul Rasyid Dhani, Ibnu Baskoro. Saksi verbalisan polisi dua orang,” katanya Senin, (16/1/2017) malam.
Anggota polisi tersebut yakni Bripka Agung Hermawan dan Briptu Ahmad Hamdani, anggota Polresta Bogor yang menerima dan menandatangani laporan pertama sebelum kasus Ahok masuk ke pengadilan. Dalam laporan tersebut ada kesalahan pencantuman tanggal dan lokasi tempat kejadian di berkas perkara dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Jadi itu penyidik dari Polres Bogor. Jadi saksi pelapor atas nama Willyuddin ketika kami periksa jam 11 malam (10/1), kita periksa dimuka persidangan ternyata bukti laporannya salah,” katanya.
Dijelaskan Rolas, dalam bukti laporannya pelapor mengatakan sudah melihat Ahok tanggal 6 September 2016 berpidato di Kepulauan Seribu yang diduga telah menistakan agama.
“Padahal Pak Ahok pidato pada 22 hari berikutnya tanggal 27 September. Nah itu BAP nya salah, tanda bukti laporannya salah,” bebernya.
Menurutnya, kesalahan tersebut sangatlah fatal. Pasalnya, orang bisa menjadi pesakitan di pengadilan berdasarkan adanya laporan. “Bayangkan kalau laporan ini salah. Makanya kami minta Polisi dipanggil dalam persidangan. Jadi itu yang akan kami periksa dalam persidangan, kami pertanyakan,” tegasnya.
Selain itu, dia juga berpendapat bahwa dalam kasus yang menjerat mantan Bupati Belitung Timur tersebut banyak kejanggalan dan hal-hal yang perlu dipertanyakan baik secara hukum maupun secara logika. “Banyak juga hal-hal yang tidak masuk akal termasuk laporan itu,” ucap Rolas.
Ahok dijadikan terdakwa atas dugaan penistaan agama berdasarkan pidatonya saat berkunjung ke Kepulauan Seribu yang menyinggung Surah Al-Maidah Ayat 51. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan Pasal 156 (a) KUHP tentang penodaan agama dengan acaman pidana paling lama lima tahun.
(Yendhi/indo)