Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna Laoly
INDOPOST, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Yasonna Laoly mengaku dirinya merasa gembira mendengar kabar Pemerintah Indonesia memenangkan gugatan arbitrase internasional di Majelis Tribunal International Centre for Settlement of Investmen Dispute (ICSID) atas gugatan dari perusahaan tambang Australia, Selasa (6/12/2016) lalu.
Lebih lanjut Yasonna mengatakan, kemenangan ini adalah kemenangan pertama Indonesia dalam gugatan arbitrase internasional, di mana Indonesia juga akan memperoleh dana kompensasi.
“Atas kerja keras, 6 Desember kita memenangkan gugatan ini. Ini pertama kalinya kita memenangkan sidang arbitrase dan mendapat dana kompensasi,” ungkap Yasonna di Kantor Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Kamis (8/12/2016).
Indonesia sendiri kata dia, menerima dana kompensasi sebesar 8,6 juta Dollar AS atau sebesar 75 persen dari total keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan pemerintah.
Selain itu, kata dia para penggugat juga dibebankan mengganti sejumlah biaya yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia untuk biaya administrasi sebesar 800.000 Dollar AS.
“Ini barangkali satu prestasi. Ini kita memenangkan dan kita dapat kompensasi dari penggugat,” ucap Yasonna.
Putusan ini kata Yasonna akan menjadi sinyal kuat bagi para investor agar memiliki niat baik saat berinvestasi di Indonesia. Sehingga perusahaan asing tak lagi dapat memanfaatkan kelemahan hukum di Indonesia untuk mencari keuntungan. Pasalnya pemerintah saat ini serius menjaga iklim investasi yang sehat di Indonesia.
“Ini barangkali akan membuat satu sinyal kepada dunia internasional, investor asing supaya masuk ke indonesia dengan itikad baik. Menghargai investasi di Indonesia,” ujar Yasonna.
Sebelumnya diberitakan Churcill dan Planet mendaftarkan gugatannya ke ICSID pada tanggal 22 Juni 2012 dan 26 Desember 2012 berdasarkan perjanjian investasi bilateral Indonesia-Inggris dan Indonesia-Australia.
Mereka menggugat Pemerintah Indonesia dengan dasar serangkaian tindakan yang berujung pada ekspropriasi tidak langsung dan perlakuan tidak adil dan seimbang. Keduanya merasa investasinya di Indonesia dirugikan karena empat Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan (KP/IUP) Eksploitasi keduanya dicabut oleh Bupati Kutai Timur pada 4 Mei 2010.
Sedangkan empat IUP yang dicabut Pemerintah Kabupaten Kutai Timur karena terindikasi palsu berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006-2008. Selain itu, empat konsesi tersebut merupakan hutan produksi sehingga harus ada izin dari Menteri Kehutanan. Menteri Kehutanan ternyata tidak pernah mengeluarkan izin.
Churchill Mining Plc sendiri mulai melakukan kegiatan eksplorasi batu bara sejak 2008. Perusahaan ini masuk ke Kalimantan, mengakuisisi 75 persen perusahaan lokal bernama Ridlatama Group. Diperkirakan ada cadangan batu bara sebesar 2,73 miliar ton. Dengan cadangan ini potensi penghasilan 700 juta Dollar AS sampai 1 miliar Dollar AS per tahun dalam 20 tahun.
(Dedy Kusnaedi/indo)