Presiden Filipina Rodrigo Duterte ancam bunuh para pembela HAM karena
ikut campur perang melawan narkoba di Filipina. Foto / REUTERS
INDOPOST, MANILA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah mengancam akan membunuh para pembela hak asasi manusia (HAM) dan minta mereka berhenti ikut campur dalam perang terhadap narkoba di negaranya. Menurutnya, jika dia berhenti membunuh seperti desakan para pembela HAM, maka pengguna narkoba akan merajalela.
Perang melawan narkoba yang dikobarkan Duterte terus menjadi sorotan para kelompok pembela HAM karena gebrakan Duterte dalam memberangus narkoba itu dianggap memicu pembunuhan di luar hukum. Jumlah korban tewas—pengedar maupun pengguna narkoba—dalam perang melawan narkoba yang dimulai lima bulan yang lalu sudah mencapai lebih dari 2.500 orang, dengan perkiraan 30 kematian terjadi saban hari.
“(Pembela) hak asasi manusia mengatakan saya membunuh. Jika saya mengatakan; 'Oke, saya akan berhenti'. Mereka (pengguna narkoba) akan bertambah banyak,” kata Duterte.
”Ketika waktu ‘panen’ tiba, akan ada lebih banyak dari mereka yang akan mati. Maka saya akan menyertakan Anda (pembela HAM) di antara mereka karena Anda membiarkan mereka berkembang biak,” lanjut Duterte yang mengancam akan membunuh pembela HAM.
Kelompok Amnesty International Filipina menjadi salah satu kelompok pembela HAM yang menentang komentar Duterte.
”Pernyataan ini menghasut kebencian terhadap siapa pun yang mengungkapkan perbedaan pendapat tentang perang melawan narkoba,” kata Amnesty International Filipina dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip ABS-CBN, semalam (1/12/2016).
Aliansi Nasional Melawan Pembunuhan Filipina, koalisi yang baru terbentuk dari kelompok-kelompok HAM, minta Duterte mencabut ancaman pembunuhan terhadap para pembela HAM.
”Komentarnya, bahwa (pembela) HAM adalah bagian dari masalah narkoba dan sebagai pendukung sehingga harus ditargetkan juga, dapat diartikan sebagai deklarasi (ancaman) terbuka terhadap para pembela HAM,” bunyi pernyataan aliansi itu.
Atilano Fajardo dari Keuskupan Agung Manila, yang bekerja dengan kelompok-kelompok miskin kota, mengatakan bahwa pihaknya akan mencari cara untuk tidak terintimidasi.
”(Ancaman) ini merupakan kelanjutan dari upaya untuk menciptakan budaya ketakutan, budaya kekerasan. Kami tidak akan membiarkan ini terjadi,” katanya kepada AFP.
Fajardo mengatakan Gereja Katolik mencatat lebih dari 70 persen warga Filipina yang jadi pengikut gereja sejauh ini telah ditundukkan terkait kritik dalam perang melawan narkoba. ”Itulah sebabnya dia lebih mengancam. Dia tidak bisa hanya menakut-nakuti kami. Para imam dan biarawati akan berbicara,” ujarnya.
(mas/indo)