Ahok dan Maruarar Sirait dalam acara Ultah Pendiri PDIP Sabam Sirait
Penulis: Birgaldo Sinaga
Hari Sabtu, 15 Oktober 2016, di Balai Kartini, Sabam Sirait,
salah seorang pendiri PDI Perjuangan merayakan ulang tahunnya yang ke 80
tahun. Sabam Sirait dikenal publik sebagai sosok politisi senior yang
memiliki karakter kuat dan jago dalam diplomasi. Tidak heran banyak
politisi muda menjadikan Sabam Sirait menjadi teladan hidup.
Sabam Sirait menjadi teladan hidup bagaimana berperilaku, berkarakter
baik sebagai politisi ditengah tengah pragmatisme politisi yang
menggejala sekarang ini. Bagaimana cara seorang politisi berlayar di
tengah kerasnya gelombang samudera perpolitikan nasional yang bergerak
macam roller coaster. Antara kesetiaan dan pragmatisme. Saya
bertemu dengan Bang Sabam, (kami memanggilnya Abang) terakhir kali pada
pertengahan Agustus 2014. Dua tahun lalu. Saat itu Bara JP mengundang
Bang Sabam sebagai pembicara dalam diskusi kepemimpinan Nasional pasca
kemenangan Jokowi menjadi Presiden RI ke 7.
Di usianya yang
semakin sepuh semangat Bang Sabam membagi pengalaman dan pengetahuan
masih menggebu gebu. Buku terbarunya berjudul Politik Itu Suci menjadi
hadiah buat kami yang beruntung. Buku yang sejatinya menjadi buku
pegangan wajib bagi orang yang ingin memilih jalan hidup sebagai
seorang politisi.
Bagi Bang Sabam, politik itu suci. Ia meyakini
kerja di ladang politik adalah kerja mulia. Kerja suci. Politik adalah
gagasan suci tentang pengelolaan tatanan peradaban sebuah bangsa. Sabam Sirait melihat bahwa politik itu semestinya suci. Baginya politik
adalah menjalankan amanat rakyat dan menggali kepercayaan dari rakyat.
Sebagai sebuah mandat, jelas mereka yang mengembannya dipanggil dalam
sebuah tugas mulia suci.
Di sana ada pengaturan kebijakan dan
hukum yang akan berdampak pada kehidupan dan perjalanan masa depan
bangsa. Jika kebijakannya menyimpang maka menyimpanglah perjalanan
bangsa itu. Jika undang undangnya keliru, maka kelirulah tatanan
masyarakat bangsa itu. Para politisi mengatur setiap detak naik
turun ekonomi, sosial, keamanan ketertiban, budaya sebuah bangsa.
Begitu besar peran dan tanggung jawab politisi. Tanggung jawab
memikirkan nasib setiap anak bangsa agar mendapat jaminan masa depan.
Setiap pikiran seorang politisi sejatinya memikirkan nasib bangsa dan
negara. Itulah maksud Bang Sabam mengapa menyebut politik itu suci.
Setiap profesi yang memikirkan orang banyak adalah profesi mulia,
profesi suci.
Pikiran, nafas, jiwa dan roh bagaimana dunia
politik itu menjadi ladang pengabdian Bang Sabam mengalir ke dalam darah
dagingnya sendiri, Maruarar Sirait. Anak kandung Bang Sabam Sirait.
Bung Ara politisi muda cemerlang PDI Perjuangan bak duplikat utuh
lengkap seorang Sabam Sirait. Publik nasional mengenal dengan
baik sosok Maruarar Sirait sebagai politisi muda cerdas dan berkarakter
kuat. Ia teguh memegang prinsip dalam memperjuangkan apa yang
diyakininya meski kadang harus melewati dua karang terjal.
Tentu
publik masih ingat bagaimana Ara dengan tenang dan tersenyum berjalan
saat diantar Presiden Jokowi keluar gerbang istana. Sobatnya Presiden
Jokowi mengantar Ara selepas namanya terlempar dari posisi Menteri
Kominfo yang sudah sempat diumumkan media sebagai calon menteri yang
akan dilantik. Ara adalah pendukung utama Jokowi masa pilpres
lalu. Ara menerima keputusan itu dengan legowo. Ia tahu kepentingan
bangsa lebih utama dari hasrat manusiawi pribadinya. Ia menerimanya
dengan lapang dada.
Politik itu suci menjadi filosofi dasar anak
kandung Sabam Sirait ini. Dalam lintasan pengabdian pada bangsa, Ara
yang terlempar dari pengurus DPP PDI Perjuangan tetap berdiri teguh
menghormati Bu Mega. Ia menerimanya dengan ikhlas. Jika kamu hendak
menjadi pemimpin, maka kamu harus bersedia dipimpin. Itu prinsip Ara. Baginya dimanapun ia berada ideologi kebangsaan adalah roh yang terus
membikin dirinya tetap hidup memikul kepentingan rakyat. Ara tidak
mengeluh atas karir masa depan politiknya yang terhenti sejenak.
Ara tidak melihat langkahnya yang terhenti itu sebuah langkah kematian
akan masa depan politiknya. Baginya kematian politik adalah ketika
mulutnya terkunci tidak bisa menyuarakan suara kebaikan lagi. Selagi Ara
masih mampu menyuarakan suara kebaikan sebagai jiwa dari politik itu
suci, Ara tetap berjalan dengan tenang. Tidak heran dalam acara syukuran Ultah ayahandanya kemarin, Ara benar benar mendapat respek dari semua orang yang hadir.
Dalam satu kesempatan beberapa waktu lalu, Ara terlihat merangkul
hangat Gubernur Ahok dan Agus Yudhoyono yang sedang berkompetisi. Ahok
dan Agus berdiri diapit oleh Ara. Ara merangkul kedua cagub ini dalam
semangat persaudaraan kebangsaan.
Spirit atau semangat
persaudaraan berbakti bagi negeri mengalir tulus dalam pembawaan Ara.
Publik tahu Ara adalah pendukung utama Ahok. Ara konsisten dengan
pilihannya. Agus tahu itu. Agus yang sedang belajar berpolitik
menghormati Ara meski mereka berbeda haluan politik. Ahok dan
Agus menghormati Ara. Ara menghormati Ahok dan Agus. Bagi Ara hanya
nilai nilai baik yang tampak dari kegigihan Ahok dan Agus dalam
berkompetisi merebut kepercayaan rakyat. Itulah nilai yang tampak dari
Ara sebagai anak kandung Sabam Sirait yang mengajarkan bahwa politik itu
suci.
Selamat Ultah Opung Sabam Sirait
Selamat berjuang Bung Ara dalam menyuarakan kebaikan... Tuhan memberkati
Selamat berjuang Bung Ara dalam menyuarakan kebaikan... Tuhan memberkati
Salam perjuangan
(mb/indo)